Motto Santri :

Utlubul Ilma Minal Mahdi Ilallahdi

Rabu, 21 April 2010

Syarat Diterimanya Ibadah

badah merupakan sebuah kata yang amat sering terdengar di kalangan kaum muslimin, bahkan mungkin bisa kita pastikan tidaklah seorang muslim kecuali pernah mendengarnya. Lebih jauh lagi, ibadah merupakan tujuan diciptakannya seluruh jin dan seluruh manusia, sebagaimana firman Allah ‘azza wa jalla,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan tidaklah Aku ciptakan seluruh jin dan seluruh manusia melainkan untuk beribadah kepadaKu“.

(QS : Adz Dzariyat [51] :56).

Namun telah tahukah kita bahwa ibadah memiliki syarat agar ibadah tersebut diterima di sisi Allah sebagai amal sholeh dan bukan amal yang salah ?? Dua syarat dalam ibadah itu adalah berniat ikhlas kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan meniru/ittiba’ kepada Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam[1]. Untuk itulah mari sejenak kita luangkan beberapa gilintir waktu kita untuk mempelajarinya lewat tulisan singkat ini.



Dalil Dua Syarat Diterimanya Ibadah

Dua syarat ibadah ini bukanlah suatu yang dibuat-buat oleh para ‘ulama semata-mata berdasar akal mereka melainkan dua syarat ini telah Allah Subhanahu wa Ta’ala abadikan dalam firmanNya di ayat terakhir surat Al Kahfi dalam satu kesempatan sekaligus,

أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

“Sesunggunya Sesembahan kalian adalah sesembahan yang esa, barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Robbnya maka hendaklah ia beramal ibadah dengan amalan yang sholeh dan tidak menyekutukan Robbnya dalam amal ibadahnya dengan suatu apapun“.

(QS : Al Kahfi [18] : 110).

Ibnu Katsir Asy Syafi’i rohimahullah seorang pakar tafsir yang tidak diragukan lagi keilmuannya mengatakan, “Firman Allah (فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ) “barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Robbnya” maksudnya adalah (barangsiapa yang berharap padapent.) pahala dan balasanNya (yang mana hal ini merupakan salah satu bentuk niat yang ikhlas kepada Allah dalam beribadahpent.), (فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا) “hendaklah ia beramal ibadah dengan amalan yang sholeh” maksudnya adalah (amalan ibadahpent) yang sesuai dengan syari’at Allah”, (وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا) “tidak menyekutukan Robbnya dalam amal ibadahnya dengan suatu apapun” maksudnya adalah suatu yang diinginkan dari amal ibadah tersebut (hanyalah) wajah Allah semata dan tidak menyekutukanNya. Kemudian beliau mengatakan,

“Dua hal ini merupakan dua rukun (syaratpent) diterimanya amal ibadah, (amal ibadahpent) haruslah berupa ibadah yang ikhlas untuk Allah dan benar yaitu mencocoki/sesuai syari’at Rosulullah shallallahu ‘alaihi was sallam”[2].

Dalil lainnya adalah firman Allah ‘azza wa jalla,

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا

“Dzat Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amal ibadahnya”.(QS : Al Mulk [67] : 2).

Fudhail bin ‘Iyaad rohimahullah seorang Tabi’in yang agung mengatakan ketika menafsirkan firman Allah, (أَحْسَنُ عَمَلًا) “amal ibadahnya” maksudnya adalah yang paling ikhlas dan yang paling benar. Kemudian beliau rohimahullah mengatakan, “Sesungguhnya jika sebuah amal yang ikhlas namun bukan amal yang benar maka ibadah tersebut tidak akan diterima, demikian juga jika amal tersebut benar namun tidak ikhlas maka tidak akan diterima sampai ibadah tersebut adalah ibadah yang ikhlas dan benar. Beliau rohimahullah mengatakan, “Ikhlas maksudnya jika amalan tersebut karena/untuk Allah dan benar maksudnya jika amalan tersebut di atas sunnah (Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam)”[3].

Adapun dalil dari hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam untuk syarat pertama adalah hadits yang diriwayatkan melalui jalan Amirul Mu’minin yang pertama Umar bin Khottob rodhiyallahu ‘anhu,

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ ، وَإِنَّمَا لاِمْرِئٍ مَا نَوَى ، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا ، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niat. Setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan. Barangsiapa yang berhijroh karena Allah dan RasulNya, maka hijrahnya adalah pada Allah dan RasulNya. Barangsiapa yang hijrah karena dunia yang ia cari-cari atau karena wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya berarti pada apa yang ia tuju (yaitu dunia dan wanita, pent.)”.[4]

selanjutnya silakan lihat di http://alhijroh.co.cc/aqidah/syarat-diterimanya-ibadah/

Tidak ada komentar: