Motto Santri :

Utlubul Ilma Minal Mahdi Ilallahdi

Minggu, 22 Agustus 2010

Jumat, 20 Agustus 2010

Kapan Malam Lailatul Qadr?

Surah al-Qadr yang diturunkan di Mekkah setelah hijrahnya Nabi ke Madinah itu hanya berjumlah lima ayat, isinya berkisar tentang suatu malam yang dijanjikan yang didokumentasikan alam dengan gempita. Suatu malam komunikasi antara bumi dengan mala’ul a’la. Malam dimulai turunnya al Quran pada kalbu Muhammad SAW. Malam agung yang tak ada duanya di persada alam, keagungannya, tanda-tandanya, dan efeknya bagi seluruh kehidupan manusia. Keagungan yang tak bisa dideteksi nalar: “Sesungguhnya Kami turunkan ia di Malam Qadr. Tahukah kamu apa itu Malam Qadr? Malam Qadr itu lebih baik dari seribu bulan” (Al-Qadr: 1-3)

Teks alQuran yang selama nya akan menerangi alam semesta ini,ada satu malam yang didalamnya terdapat keberkahan yang sangat luas, malam itu berada disalah satu dari malam bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah, Dalam riwayat Ibnu Ishak, bahwa wahyu pertama pada awal surat al-Alaq juga pada bulan Ramadhan. Rasulullah SAW, saat itu, sedang bertahannus di gua Hira.

Banyak sekali hadis yang berbicara mengenai malam seribu bulan ini.

Apa malam lailatul qadr ini? kita semua akan bertanya-tanya,Sesuai dengan derivasi ‘qadr’ yang mengandung banyak arti, secara etimologis qadr diartikan taqdir (kepastian). Adapula yang mengartikan tadbir (perenungan). Bisa juga berarti qimmah (supremasi) atau maqam (posisi). Kedua makna terakhir ini yang paling selaras dengan dahsyatnya malam Lailatul Qadr, peristiwa turunnya al-Quran, wahyu dan risalah. Tak ada satupun yang lebih besar dan lebih hebat dari malam itu. Tak ada sesuatupun yang bisa menunjukkan keagungan Tuhan pada diri seorang hamba.

Mengenai waktu terjadinya Lailatul Qadr, para ulama beragam pendapat. Ibnu Hajar menyebutkan lebih dari 40 pendapat. Namun, bila kita membaca hadits-hadits Nabi SAW, dapat kita simpulkan sebagai berikut :
~ Lailatul Qadr terjadi setiap tahun di bulan suci Ramadhan, terutama pada malam-malam
sepuluh hari terakhir ketika Rasulullah SAW melakukan I’tikaf, “Apabila memasuki sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, Rasulullah saja menghidupkan malam-malamnya dengan
beribadah. Beliau membangunkan istrinya, bersungguh-sungguh dan serius bribadah,”
(HR Bukhari dan Muslim)
~ Lebih utamanya pada malam-malam ganjil, yaitu 21,23, 25, 27 , dan 29. Rasulullah SAW bersabda, “Carilah Lailatul Qadr pada malam-malam ganjil di sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan,” (HR Bukhari dan Muslim)
~ Lebih spesifik lagi adalah pada tanggal 27 Ramadhan menurut pendapat mayoritas ulama dan
tanggal 21 menurut Imama Syafi’i. Ibnu Abbas pernah meminta sahabat yang lebih tua, lemah
dan tidak mampu berdiri berlama-lama untuk bertanya kepada Rasul, kapankah ia bisa
mendapatkan Lailatul Qadar? Rasulullah SAW menasehati agar ia mencarinya pada malam ke 27 (HR Thabrani dan Baihaqi).
~ Malam Jum’at yang jatuh pada tanggal ganjil, juga perlu diperhatikan
Di sebutkan didalam kitab al Bajuri syarah dari matan Abi Syuja’a, bahwa ada beberapa ulama salaf yang setiap tahunnya menemui malam lailatul qadr, sehingga mereka menyimpulkan menjadi satu syair yang maksudnya sebagai berikut:

apabila awal puasa Jum’at maka ambillah tanggal 29
jika diawali dengan Sabtu maka hari ke 21 tanpa ragu
apabila hari Ahad hari ke 27
dan jika hari senin maka lailatul qadr 29
jika selasa awal puasa maka di hari ke 25 akan didapat
apabila awal puasa hari rabu maka tanggal 27 lailatul qadr
sedang jika hari kamis maka malam tanggal 23

pendapat ini juga dikuatkan oleh beberapa ulama diantaranya Imam Nawawi.

Semoga saja kita dapat menemui keindahan malam yang penuh keberkahan itu.

Lailatul Qadr (Malam Kemuliaan)

Allah Ta ‘ala berfirman:

إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ ﴿١﴾ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ ﴿٢﴾ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ ﴿٣﴾ تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ ﴿٤﴾ سَلَامٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ الْفَجْرِ ﴿٥﴾

Ilustrasi (photobucket.com)

Ilustrasi (photobucket.com)

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) saat Lailatul Qadar (malam kemuliaan). Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadar itu? Lailatul qadar itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al-Qadr: 1-5)

Allah SWT memberitahukan bahwa Dia menurunkan Al-Qur’an pada malam Lailatul Qadar, yaitu malam yang penuh keberkahan. Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi.” (QS. Ad-Dukhaan: 3). Dan malam itu berada di bulan Ramadhan, sebagaimana firman Allah Ta ‘ala: “Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an.” (QS. Al-Baqarah: 185).

Ibnu Abbas -radhiallahu ‘anhu- berkata:

“Allah menurunkan Al-Qur’anul Karim keseluruhannya secara sekaligus dari Lauh Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah (langit pertama) pada malam Lailatul Qadar. Kemudian diturunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sesuai dengan konteks berbagai peristiwa selama 23 tahun.”

Malam itu dinamakan Lailatul Qadar karena keagungan nilainya dan keutamaannya di sisi Allah Ta ‘ala. Juga, karena pada saat itu ditentukan ajal, rezki, dan lainnya selama satu tahun, sebagaimana firman Allah: “Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (Ad-Dukhaan: 4). Kemudian, Allah berfirman mengagungkan kedudukan Lailatul Qadar yang Dia khususkan untuk menurunkan Al-Qur’anul Karim: “Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadar itu?” Selanjutnya Allah menjelaskan nilai keutamaan Lailatul Qadar dengan firman-Nya: “Lailatul Qadar itu lebih baik dari pada seribu bulan.”

Beribadah di malam itu dengan ketaatan, shalat, tilawah, dzikir, doa dsb sama dengan beribadah selama seribu bulan di waktu-waktu lain. Seribu bulan sama dengan 83 tahun 4 bulan. Lalu Allah memberitahukan keutamaannya yang lain, juga berkahnya yang melimpah dengan banyaknya malaikat yang turun di malam itu, termasuk Jibril ‘alaihis salam. Mereka turun dengan membawa semua perkara, kebaikan maupun keburukan yang merupakan ketentuan dan takdir Allah. Mereka turun dengan perintah dari Allah. Selanjutnya, Allah menambahkan keutamaan malam tersebut dengan firman-Nya: “Malam itu (penuh) kesejahteraan hingga terbit fajar” (QS. Al-Qadar: 5)

Maksudnya, malam itu adalah malam keselamatan dan kebaikan seluruhnya, tak sedikit pun ada kejelekan di dalamnya, sampai terbit fajar. Di malam itu, para malaikat -termasuk malaikat Jibril mengucapkan salam kepada orang-orang beriman. Dalam satu hadits shahih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan keutamaan melakukan qiyamul lail di malam tersebut. Beliau bersabda: “Barangsiapa melakukan shalat malam pada saat Lailatul Qadar karena iman danmengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Hadits Muttafaq ‘Alaih)

Tentang waktunya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Carilah Lailatul Qadar pada (bilangan) ganjil dari sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.” (HR. Al-Bukhari, Muslim dan lainnya).

Yang dimaksud dengan malam-malam ganjil yaitu malam dua puluh satu, dua puluh tiga, dua puluh lima, dua puluh tujuh, dan malam dua puluh sembilan.

Adapun qiyamul lail di dalamnya yaitu menghidupkan malam tersebut dengan shalat tarawih, shalat tahajjud, membaca Al-Qur’anul Karim, dzikir, doa, istighfar dan taubat kepada Allah Ta ‘ala. Beberapa pelajaran dari surat Al-Qadr:

1. Keutamaan Al-Qur’anul Karim serta ketinggian nilainya, dan bahwa ia diturunkan pada Lailatul Qadar (malam kemuliaan).

2. Keutamaan dan keagungan Lailatul Qadar, dan bahwa ia menyamai seribu bulan yang tidak ada Lailatul Qadar di dalamnya.

3. Anjuran untuk mengisi kesempatan-kesempatan baik seperti malam yang mulia ini dengan berbagai amal shalih.

Tiga Catatan di Akhir Ramadhan

“Siapa yang tidak mampu meninggalkan ucapan dan perbuatan dusta (waktu berpuasa), maka Allah tidak membutuhkan lapar dan hausnya.” (HR. Al-Bukhari)

Maha Agung Allah Yang menggantikan malam kepada siang. Siang pun kembali menuju malam. Hari-hari beriring membentuk bulan. Dan bulan-bulan pun beredar menjadi tahun. Semua nikmat dan berkah-Nya seperti berkumpul pada satu puncak bulan: Ramadan. Kini “madu” Ramadhan tahun ini sudah sampai di tetes terakhir untuk kita nikmati. Ada tiga catatan yang patut kita garis bawahi selama menikmati Ramdhan tahun ini, (tapi Anda bisa menambahkannya sesuai perenungan yang Anda dapatkan selama menikmati Ramadhan tahun ini).

Pertama, seliar apa pun nafsu kita, ia bisa didewasakan.

Momentum Ramadan menyediakan tarbiyah khusus buat nafsu kita. Mungkin, nafsu bisa mendikte apa pun di luar Ramadan. Di balik tuntutan lapar, ia bisa saja menciptakan seribu satu dalih agar orang mencuri. Ia juga bisa mengelabui orang hingga terjebak pada zina. Dan di balik tuntutan istirahat, ia pun mampu mengungkung orang menjadi penyantai dan pemalas.

Maha Benar Allah dalam firman-Nya, “…sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. 12: 53)

Di luar Ramadan, pintu-pintu aliran energi nafsu kerap terbuka lebar. Ia bebas mondar-mandir. Bisa bertingkah seperti apa pun menurut seleranya. Kekuatan nafsu kian berkembang bersama energi yang diperoleh tubuh dari makan, minum, dan lain-lain. Bayangkan jika pintu-pintu itu tak pernah tertutup. Nafsu jadi kian liar.

Allah swt. menghadiahi shaum agar seorang mukmin bisa mendewasakan nafsu. Bisa menutup-buka pintu-pintu energinya. Hingga, nafsu tidak lagi seperti anak kecil yang bisa dapat apa pun ketika merengek dan menuntut. Nafsu harus dipaksa. Agar, ia bisa dewasa. Semoga tarbiyah Rabbaniyah di bulan Ramadhan ini telah memdewasakan nafsu kita. Sehingga, pasca Ramadhan nanti kita bisa mengendalikan diri.

Kedua, sekotor apa pun jiwa kita, ia bisa dibersihkan.

Jangan pernah membayangkan kalau yang di dalam tak tersentuh kotoran. Alur hidup persis seperti aliran air dalam pipa-pipa. Ada yang masuk, mengalir dan berproses hingga menjadi keluaran. Kian kotor masukan, makin banyak endapan yang melekat pada bagian dalam pipa. Suatu saat, pipa bisa keropos. Ini akan berpengaruh pada keluaran yang dihasilkan.

Selama sebelas bulan, saringan-saringan masukan boleh jadi begitu longgar. Bahkan mungkin, tidak ada sama sekali. Semua bisa masuk. Mulai dari yang samar, kotor, bahkan beracun. Kalau saja tidak dipaksa ada saringan, proses pengeroposan menjadi sangat cepat. Jiwa-jiwa yang keropos akan membutakan mata hati. “Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami? Atau, telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukan mata itu yang buta, tetapi hati yang di dalam dada.” (QS. 22: 46)

Jika aliran yang masuk melalui pipa mata, telinga, mulut, pikiran, dan rasa bisa tersaring jernih; tidak akan ada endapan. Tidak akan ada tumpukan racun si pembuat keropos. Otomatis, keluaran pun menjadi bersih. Ibadah yang sebelumnya berat menjadi ringan. Sangat ringan!

Maha Benar Allah dalam firman-Nya, “dan jiwa serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sungguh beruntung yang mensucikan jiwa itu, dan sungguh merugi yang mengotorinya.” (QS. 91: 7-10)

Semoga kita termasuk orang-orang yang beruntung karena telah berusaha membersihkan jiwa kita selama sebulan di Ramdhan tahun ini.

Ketiga, sepicik apa pun ego kita, ia bisa dicerdaskan.

Kadang manusia bangga berdiri di atas egonya. Seolah ia mengatakan, “Inilah saya!” Nalar berikutnya pun bilang, pusatkan semua kekuatan diri demi kepuasan ego. Walau sebenarnya, keakuan itu sudah melabrak nilai-nilai ketinggian Islam.

Karena ego, orang bisa menganggap kalau dirinyalah yang terbaik. Tak perlu masukan dan sumbang saran. Karena ego pula, orang menjadi tak perlu berjamaah. Ego menghias kepicikan diri menjadi prestasi besar.

Ramadan memaksa ego untuk tunduk dengan kenyataan. Bahwa, yang ego banggakan ternyata tak sekuat yang dibayangkan. Dan kelemahannya begitu sederhana. Semua ada pada energi yang dihasilkan dari nasi, ikan, telur, dedaunan, dan air. Selebihnya, ego tak punya apa-apa.

Dalam bentuk yang lain, ego bisa ditundukkan dengan memperbanyak sujud. Itulah di antara maknaqiyamul lail. Ketika sendiri, kemuliaan ego melalui simbol kepala secara terus-menerus disejajarkan dengan bumi. Suatu tempat di mana di situ ada kotoran, tempat berpijak kaki-kaki hewan, dan tempat berkumpul kotoran manusia. Ego dipaksa untuk melihat kenyataan diri. Bahwa, ia hanya seorang hamba.

Maha Benar Allah dalam firman-Nya, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadanya...” (QS. 98: 5)

Semoga tarbiyah Rabbaniyah di Ramadhan tahun ini telah mengembalikan kita kepada kesadaran bahwa kita hanyalah seorang hamba yang tugas utamanya adalah menyembah Allah. Tidak lebih.

Inilah momentum Ramadan yang begitu mahal. Persis seperti kucuran hujan buat para petani. Kumpulan airnya akan berlalu begitu saja jika tidak segera dibendung, dialirkan, dan dimanfaatkan. Agar, benih-benih kebaikan baru bisa tumbuh, besar, dan berbuah. Semoga kita bukan petani yang lalai menampung hujan rahmat di Ramadhan tahun ini.

Hikmah dan Manfaat Puasa

Puasa memiliki sejumlah hikmah atau manfaat, ditinjau dari aspek kejiwaan, sosial, kesehatan dan aspek-aspek lain. Al-Qur’an dan Hadits menjelaskan secara menyeluruh hikmah dan manfaat puasa tersebut, di antaranya :
wordpress.com (fritzinfo)
Puasa mempunyai kedudukan khusus di sisi Allah:
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
صيام 􀑧 آُلُّ عَمَلِ ا بْنِ آ دَمَ لَهُ، ا لْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إلى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ، يقو لُ ا للهُ عَزَّ وَجَلَّ: إلاَّ ال
دَ 􀑧 ةٌ عِنْ 􀑧 انِ فَرْحَ 􀑧 صَّائِمِ فَرْحَتَ 􀑧 ى، لِل 􀑧 نْ أَجْلِ 􀑧 رَابَهُ مِ 􀑧 هُ وَشَ 􀑧 هْوَتَهُ وَطَعَامَ 􀑧 رَكَ شَ 􀑧 هِ، تَ 􀑧 زِى بِ 􀑧 ا أَجْ 􀑧 فَإنَّهُ لِى وأن
فِطْرِهِ وفرحةٌ عند لِقَاءِ رَبِّهِ، وَلَخُلُوْفُ فَمِّ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عند اللهِ مِنْ رِيْحِ الْمِسك
“Setiap amal yang dilakukan anak Adam adalah untuknya, dan satu kebaikan dibalas sepuluh kali lipatnya bahkan sampai tujuh ratus kali lipat, – Allah Ta’ala berfirman: “ kecuali puasa, sesungguhnya puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang langsung membalasnya. (Dalam puasa, anak Adam) meninggalkan syahwat, makan dan minumnya karena-Ku.” Orang yang berpuasa mendapatkan dua kesenangan, yaitu kesenangan ketika berbuka puasa dan kesenangan ketika berjumpa dengan Tuhannya. Sungguh, bau mulut orang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada aroma kasturi.” (HR Bukhari dan Muslim)
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
ال 􀑧 اً يق 􀑧 ة باب 􀑧 وعن سهل بن سعد رَضِيَ اللَّهُ عَنهُ عن النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم قال: (إن في الجن
صائمون ؟ 􀑧 ن ال 􀑧 ال : أي 􀑧 رهم، يق 􀑧 د غي 􀑧 ه أح 􀑧 دخل من 􀑧 له الريان يدخل منه الصائمون يوم القيامة لا ي
فيقومون لا يدخل منه أحد غيرهم فإذا دخلوا أغلق فلم يدخل منه أحد) مُتَّفّقٌ عَلَيهِ
Dari Sahl bin Sa’d RA bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya di surga ada satu pintu yang disebut Ar-Royyan. Itulah pintu yang pada hari kiamat dikhususkan bagi orang-orang yang puasa. Tak ada satu pun orang lain masuk dari pintu itu. Ketika itu berkumandang seruan: “Mana orang-orang yang puasa?” Maka mereka pun bangkit (untuk masuk dari pintu itu). Tak ada satu pun orang lain yang menyertai mereka. Apabila mereka sudah masuk, pintu itu ditutup. Jadi tak ada satu pun orang lain yang masuk dari pintu itu. (HR Bukhari dan Muslim).
Orang yang puasa mendapat ampunan:
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إيماناً واحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ ما تَقَدّمَ مِنْ ذَنْبِهِ،
Barang siapa melakukan puasa Ramadhan semata-mata karena keimanan dan mencari ganjaran, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (HR Bukhari dan Muslim)
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
الصلوات الخمس والجمعة إلى الجمعة ورمضان إلى رمضان مكفرات ما بينهن
إذا اجتنبت الكبائر – رواه مسلم
“Shalat lima waktu, ibadah Jum’at hingga Jum’at berikutnya, ibadah Ramadhan hingga Ramadhan berikutnya adalah penghapus dosa-dosa yang terjadi di antara waktu-waktu itu asalkan dosa-dosa besar dihindari.” (HR Muslim).
Puasa adalah perisai. Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
الصَّوْمُ جُنَّةٌ – رواه الترمذي
Puasa adalah perisai (yang melindungi pelakunya dari keburukan)

Tentang Ramadhan yang Wajib Diketahui


Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam untuk Rasulullah, keluarganya, dan para sahabatnya.

Ramadhan memiliki kedudukan yang agung di mata kaum muslimin. Hati mereka merasa bahagia dan senang ketika Ramadhan akan datang. Semangat untuk berbuat baik dan melaksanakan ketaatan meningkat. Menggelora semangat dalam jiwanya yang diikuti badannya sehingga merasa ringan melaksakanan ketaatan dan meninggalkan kemungkaran.

Pastinya, perasaan ini akan dirasakan setiap muslim, selemah apapun imannya. Karena Ramadhan adalah bulan untuk melunakkan hati dan menentramkannya. Masa untuk saling tolong menolong dan bekerjasama dalam berbagai kebaikan dan ketaatan serta melaksanakan kebajikan-kebajikan. Pada bulan itu tergambar persatuan umat dalam beberapa aktifitas, seperti buka puasa bersama yang diadakan di rumah-rumah yang tidak biasa ditemukan di luarRamadhan. Pemandangan serupa juga dapat ditemukan dalam pelaksanaan shalat Tarawih. Masjid-masjid dipenuhi jamaah saat shalat Shubuh yang tidak biasa ditemukan di luar Ramadhan pada zaman kita sekarang. Semua ini menjadi bukti nyata bahwa Ramadhan memiliki nilai dan kedudukan mulia di hati umat Islam.

Sesungguhnya penghormatan dan perhatian umat Islam terhadap Ramadhan tidaklah sama. Sebagiannya lebih atas yang lainnya sesuai dengan pengetahuan dan ilmu serta semangat mereka dalam menghidupkan bulan mulia ini. Karenanya, pada tulisan ini kami akan suguhkan beberapa perkara yang menerangkan tentang seluk beluk Ramadhansehingga lebih berkesan di hati kita.

Sesungguhnya penghormatan dan perhatian umat Islam terhadap Ramadhan tidaklah sama.

Sebagiannya lebih atas yang lainnya sesuai dengan pengetahuan dan ilmu serta semangat mereka dalam menghidupkan bulan mulia ini.

Apa itu bulan Ramadhan?

Pertama, bulan Ramadhan adalah bulan kesembilan dari urutan 12 bulan yang di sisi Allah sejak Dia menciptakan langit dan bumi, juga sesuai urutan yang telah ditetapkan oleh Umar bin al-Khathab radliyallaahu 'anhu.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu,” (QS. Al-Taubah: 36)

Kedua, bulan yang Allah pilih untuk menurunkan Al-Qur’an di dalamnya. Allah Ta’ala berfirman,

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنْ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ

Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil).” (QS. Al-Baqarah: 185)

Ketiga, bulan di mana Allah mulai mengutus Nabi dan utusannya, Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam.

Keempat, bulan yang Allah jadikan darinya sampaiRamadhan berikutnya sebagai penghapus dosa di antara keduanya.

Imam Muslim telah membuat satu bab dalam kitab al-Thaharah, “Bab Shalat lima waktu, satu Jum’at ke Jum’at lainnya, satu Ramadhan ke Ramadhan laiannya sebagai penghapus (kesalahan) di antara keduanya, selama dosa besar dijauhi.” Di dalamnya, beliau menyebutkan hadits dari Abu Hurairah radliyallaahu 'anhu, bahwa Rasulullahshallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,

الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ

(Antara) shalat lima waktu, Jum’at ke Jum’at dan Ramadhan ke Ramadhan, terdapat penghapus dosa-dosa, selama tidak melanggar dosa-dosa besar." (HR Muslim, no. 233)

Kelima, bulan yang apabila sudah masuk malam pertamanya terdapat banyak kebaikan. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab al-Shaum, dari Abu Hurairahradliyallaahu 'anhu, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallambersabda,

إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ

Apabila telah datang Ramadhan, maka pintu-pintu surga dibula.” (HR. Bukhari, no. 1898)

Dan dalam satu riwayat lain, masih dari Abu Hurairahradliyallaahu 'anhu, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallambersabda,

إِذَا دَخَلَ شَهْرُ رَمَضَانَ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ وَسُلْسِلَتْ الشَّيَاطِينُ

"Jika telah datang bulan Ramadhan, maka dibukalah pintu-pintu langit dan ditutuplah pintu-pintu Jahannam, serta dibelenggulah para syaithan." (Muttafaq ‘alaih)

Jika telah datang bulan Ramadhan, maka dibukalah pintu-pintu langit dan ditutuplah pintu-pintu Jahannam, serta dibelenggulah para syaithan. (al-hadits)

Keenam, Bulan yang Allah jadikan sebagai solusi bagi pelaku pelaku dosa dan kesalahan, juga bagi pemburu surga dan derajat tinggi dalam beragama.

Imam Bukhari dalam kitab Al-Tauhid, dari Abu Hurairah radliyallaahu 'anhu, Nabi shallallaahu 'alaihi wasallambersabda, “Siapa yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mendirikan shalat, dan berpuasa Ramadhan, maka wajib bagi Allah untuk memasukkannya ke dalam surga, baik dia berhijrah fi sabilillah atau duduk (tetap tinggal) di bumi kelahirannya.” Mereka bertanya, “Ya Rasulallah, bolehkah kami memberitahukan hal itu kepada manusia?” Beliau bersabda,

إِنَّ فِي الْجَنَّةِ مِائَةَ دَرَجَةٍ أَعَدَّهَا اللهُ لِلْمُجَاهِدِينَ فِي سَبِيلِ اللهِ مَا بَيْنَ الدَّرَجَتَيْنِ كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللهَ فَاسْأَلُوهُ الْفِرْدَوْسَ فَإِنَّهُ أَوْسَطُ الْجَنَّةِ وَأَعْلَى الْجَنَّةِ أُرَاهُ فَوْقَهُ عَرْشُ الرَّحْمَنِ وَمِنْهُ تَفَجَّرُ أَنْهَارُ الْجَنَّةِ

Sesungguhnya di dalam surga itu ada 100 derajat (tempat) yang telah dipersiapkan oleh Allah untuk para mujahid di jalan Allah, antara dua derajat seluas langit dan bumi. Dan apabila kalian memohon kepada Allah maka mohonlah surga Firdaus, karena sungguh dia terletak di surga yang paling tengah dan paling tinggi, di atasnya adalah ‘Arsy Allah Yang Maha Pemurah dan dari situlah terpancarnya sungai-sungai di surga.” (HR. Al-Bukhari)

Dalam riwayat Muslim, Kitab Shalah al-Musafirin, dari Abu Hurairah, Rasulullah pernah bersabda,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Siapa yang berpuasa Ramadhan didasari iman dan hanya berharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaq ‘alaih)

Ketujuh, bulan yang Allah jadikan umrah di dalamnya seperti haji. Bukan itu saja, bahkan seperti haji bersama Rasulullahshallallaahu 'alaihi wasallam.

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Kitab Al-Hajj, dari ‘Atha berkata, Aku mendengar Ibnu Abbas radliyallaahu 'anhumamengabarkan kepada kami, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam pernah bersabda kepada seorang wanita dari Anshar (Ummu Sinan), “Apa yang menghalangimu untuk berhaji bersama kami? Lalu wanita tadi menyampaikan alasannya karena kendaraannya dipakai jihad fi sabilillah. Kemudian Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,

فَإِذَا كَانَ رَمَضَانُ اعْتَمِرِي فِيهِ فَإِنَّ عُمْرَةً فِي رَمَضَانَ حَجَّةٌ

Apabila telah datang Ramadhan, berumrahlah. Karena umrah pada bulan Ramadhan (pahalanya seperti) haji.” (HR. Bukhari)

Dalam riwayat lain, “Umrah di bulan Ramadhan menyamai haji.” (Muttafaq ‘alaih)

Dalam riwayat lain lagi, “Karena sesungguhnya umrah di bulan Ramadhan menjadi pengganti (dalam pahala-red) haji atau haji bersamaku.” (Muttafaq ‘alaih)

Sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam, “Umrah di bulanRamadhan menyamai haji” adalah dalam pahala, bukan pelaksanaannya menempati kedudukan haji yang bisa menggugurkan kewajiban haji berdasarkan ijma’ bahwa umrah belum cukup dan tidak bisa menggantikan kewajiban melaksanakan haji.

Ibnu al-Arabi berkata, “Haji tentang umrah ini adalah shahih dan merupakan karunia dan nikmat dari Allah. Dan umrah menyamai haji karena digabungkan dengan Ramadhan.”

Ibnu al-Jauzi berkata, “Di dalamnya, bahwa pahala amal akan bertambah dengan kemuliaan waktunya seperti bertambahnya pahala dengan kehadiran hati dan tujuan yang ikhlas.”

Umrah di bulan Ramadhan menyamai haji adalah dalam pahala, bukan pelaksanaannya menempati kedudukan haji yang bisa menggugurkan kewajiban haji . .

Kedelapan, Bulan yang di dalamnya Allah adakan satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan dalam urusan dien dan amal hamba yang shalih.

Allah Ta’ala berfirman,

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ

Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al-Qadar: 3)

Imam Bukhari meriwayatkan dalam Kitab Shalah al-Tarawih, dari Aisyah berkata, “Adalah Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam apabila sudah masuk di sepuluh hari terakhir dari Ramadhan bersabda,

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

Carilah Lailatul Qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari)

Dan dalam riwayat Muslim disebutkan pendapat Ubay bin Ka’b tentang keyakinannya bahwa Lailatul Qadar terjadi pada malam ke 27. Pada saat itu, Rasulullah memerintahkan para sahabatnya untuk menghidupkannya. Beliau juga menyebutkan tanda-tandanya, yaitu pada pagi harinya langit terlihat putih terang, tidak ada cahaya matahari yang berserakan.

Kesembilan, bulan Ramadhan adalah bulan terbaik baik kaum mukminin dan menjadi bulan terburuk dirasakan kaum munafikin.

Kalau kita perhatikan, maka orang-orang mukmin melaksanakan beberapa amal kebaikan dan menyiapkan zakat hartanya untuk dia infakkan di bulan Ramadhan. Mereka menyiapkan keuangan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sekaligus menyiapkan juga untuk membantu fakir miskin. Mereka juga berlomba-lomba memberi santapan berbuka bagi shaimin.

Pada ringkasnya, bahwa bulan Ramadhan menjadi nikmat bagi orang mukmin dan bencana bagi orang fajir dan munafik. Wallahu a’lam.

Sebaliknya, orang-orang munafik, mereka menyiapkan tontonan-tontonan film, hiburan, dan berbagai permainan. Pada ringkasnya, bahwa bulan Ramadhan menjadi nikmat bagi orang mukmin dan bencana bagi orang fajir dan munafik. Wallahu a’lam. (PurWD/voa-islam.com)

Ramadhan Terakhir

Alkisah ada seorang kontraktor yang bekerja pada sebuah perusahaan property ternama di Jakarta. Di usianya yang ke lima puluh tahun, telah terpikirkan olehnya untuk mengakhiri kariernya sebagai seorang kontraktor dan kembali kepada keluarga yang telah cukup lama ia tinggalkan. Materi yang selama ini ia cari sudah ia dapatkan. Harta dan kekayaan bukan lagi menjadi tujuannya, namun ia ingin mencari hakekat sebenarnya dari kehidupan ini. Dan tentunya mempersiapkan diri untuk kehidupan yang hakiki yaitu akherat kelak. Oleh karenanya pada pagi hari itu, sang kontraktor menghadap sang direktur dan mengajukan surat pengunduran dirinya.

Pada dasarnya sang direktur keberatan atas permohonan pengunduran diri bapak tersebut. Bagaimana tidak, selama ini bapak tersebut telah menjadi asset utama perusahaan. Keterampilannya tak perlu diragukan lagi. Perusahaan mencapai masa keemasan di masanya.

Setiap proyek yang ia tangani selalu berhasil. Beliau terkenal dengan kejujuran dan keprofesionalannya. Oleh karenanya, ketika sang kontraktor tadi mengajukan surat pengunduran diri, sang direktur mengajukan satu persyaratan. Yaitu untuk dibuatkan satu rumah lagi, rumah yang merupakan karya terbaik beliau sepanjang menjadi kontraktor dalam tempo satu tahun. Ketika mendengar syarat tadi, sang kontraktor sangat berkeberatan. Beliau ingin segera mengundurkan diri. Namun ternyata masih harus menjalankan tugas terakhir. Dengan sangat terpaksa, sang kontraktor menerima syarat yang diajukan sang direktur.

Ternyata hanya dalam tempo delapan bulan sang kontraktor mampu menyelesaikan tugasnya. Namun ternyata karyanya kali ini bukanlah karya terbaik, melainkan karya terburuk sepanjang kariernya. Bagaimana tidak, dengan perasaan terpaksa ia membangun rumah tersebut. Oleh karenanya kualitas bangunannya pun asal-asalan. Selesai membangun rumah tersebut beliau menghadap sang direktur.

“Ini kunci rumah baru yang menjadi syarat pengunduran diri saya,” kata sang kontraktor.

“Oh, tidak bapak. Sebenarnya rumah tersebut bukanlah untuk perusahaan. Melainkan itu merupakan hadiah untuk bapak atas pengabdian luar biasa bapak selama ini. Ambillah rumah tersebut.” jawab sang direktur.

Mendengar jawaban sang direktur, bapak tadi langsung lemas. Bagaimana tidak ternyata rumah yang ia bangun bukanlah untuk perusahaan, melainkan untuk dirinya. Mengapa ia tidak membangun rumah terbaik kalau ternyata itu untuk dirinya sendiri. Malahan rumah tersebut adalah rumah terburuk yang pernah ia bangun. Akhirnya bapak tadi menyesal atas apa yang ia lakukan. Namun apa daya, nasi telah menjadi bubur.

Na’udzubillah. Semoga kita tidak bernasib sama seperti bapak tadi. Apalagi di bulan Ramadhan kali ini. Inilah kesempatan kita untuk melakukan segala amalan terbaik di bulan penuh rahmat ini. Bahkan kita harus menjadikan Ramadhan kali ini sebagai Ramadhan terbaik sepanjang hidup kita. Mengapa kita harus melakukannya?

Jawabannya tidak lain dan tidak bukan karena kita tidak pernah tahu apakah kita masih punya kesempatan untuk bertemu dengan bulan Ramadhan di tahun depan. Bisa jadi ini merupakan Ramadhan terakhir kita. Oleh karenanya kita harus menjadikannya sebagai Ramadhan terbaik. Hal ini perlu kita lakukan agar kita tidak bernasib sama dengan sang kontraktor tadi. Akhir yang menyedihkan karena di akhir kariernya sebagai kontraktor, ia malah menghasilkan karya terburuk bukan sebaliknya. Apalagi kita yang tidak pernah tahu masih bisa bertemu dengan bulan Ramadhan di tahun depan.

Sungguh sangat ruginya jikalau ini merupakan Ramadhan terakhir kita, namun ternyata kita malah melakukan amalan terburuk atau menjadikan Ramadhan kali ini sebagai Ramadhan terburuk dalam hidup kita. Oleh karenanya saat ini mulai harus kita azamkan dalam diri kita untuk melakukan segala aktivitas sebagai aktivitas terbaik dalam Ramadhan kali ini. Sholat-sholat kita merupakan sholat terbaik yang pernah kita lakukan. Tilawah Qur’an kita merupakan tilawah terbaik. Shodaqoh kita merupakan shodaqoh terbaik. Dakwah kita merupakan dakwah terbaik. Apapun itu yang kita lakukan adalah yang terbaik. Siapa tahu ini merupakan Ramadhan terakhir kita. Waallohu’alam bish showab.

Penulis : Adi Suharyanto, Menteri Agama Korps Mahasiswa Pemerintahan FISIPOL UGM

Kisah Nyata Seorang Pemuda Arab Yang Menimba Ilmu Di Amerika

Ada seorang pemuda arab yang baru saja me-nyelesaikan bangku kuliahnya di
Amerika. Pemuda ini adalah salah seorang yang diberi nikmat oleh Allah
berupa pendidikan agama Islam bahkan ia mampu mendalaminya.

Selain belajar, ia juga seorang juru dakwah Islam. Ketika berada di
Amerika , ia berkenalan dengan salah seorang Nasrani. Hubungan mereka
semakin akrab, dengan harapan semoga Allah SWT memberinya hidayah masuk
Islam.

Pada suatu hari mereka berdua berjalan-jalan di sebuah perkampungan di
Amerika dan melintas di dekat sebuah gereja yang terdapat di kampung
tersebut. Temannya itu meminta agar ia turut masuk ke dalam gereja.
Semula ia berkeberatan. Namun karena ia terus mendesak akhirnya
pemuda itupun memenuhi permintaannya lalu ikut masuk ke dalam gereja dan
duduk di salah satu bangku dengan hening, sebagaimana
kebiasaan mereka. Ketika pendeta masuk, mereka serentak berdiri untuk
memberikan penghor-matan lantas kembali duduk.

Di saat itu si pendeta agak terbelalak ketika meli-hat kepada para hadirin
dan berkata, "Di tengah kita ada seorang muslim. Aku harap
ia keluar dari sini." Pemuda arab itu tidak bergeming dari tempatnya.
Pendeta tersebut mengucapkan perkataan itu berkali-kali, namun ia tetap
tidak bergeming dari tempatnya. Hingga akhirnya pendeta itu berkata, "Aku
minta ia keluar dari sini dan aku menjamin keselamatannya." Barulah pemuda
ini beranjak keluar.

Di ambang pintu ia bertanya kepada sang pen-deta, "Bagaimana anda tahu
bahwa saya seorang mus-lim." Pendeta itu menjawab, "Dari tanda yang
terdapat di wajahmu." Kemudian ia beranjak hendak keluar. Namun sang
pendeta ingin memanfaatkan keberadaan pemuda ini, yaitu dengan mengajukan
beberapa pertanyaan, tujuannya untuk memojokkan pemuda tersebut dan
sekaligus mengokohkan markasnya. Pemuda muslim itupun menerima tantangan
debat tersebut.

Sang pendeta berkata, "Aku akan mengajukan kepada anda 22 pertanyaan dan
anda harus menja-wabnya dengan tepat." Si pemuda tersenyum dan berkata,
"Silahkan!"

Sang pendeta pun mulai bertanya,
1. Sebutkan satu yang tiada duanya,
2. dua yang tiada tiganya,
3. tiga yang tiada empatnya,
4. empat yang tiada limanya,
5. lima yang tiada enamnya,
6. enam yang tiada tujuhnya,
7. tujuh yang tiada delapannya,
8. delapan yang tiada sembilannya,
9. sembilan yang tiada sepuluhnya,
10. sesuatu yang tidak lebih dari sepuluh,
11. sebelas yang tiada dua belasnya,
12.. dua belas yang tiada tiga belasnya,
13. tiga belas yang tiada em-pat belasnya.
14. Sebutkan sesuatu yang dapat bernafas namun tidak mempunyai ruh!
15. Apa yang dimaksud dengan kuburan berjalan membawa isinya?
16. Siapakah yang berdusta namun masuk ke dalam surga?
17. Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah namun Dia tidak menyukainya?
18. Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah dengan tanpa ayah dan ibu!
19. Siapakah yang tercipta dari api, siapakah yang diadzab dengan api dan siapakah yang terpelihara dari api?
20. Siapakah yang tercipta dari batu, siapakah yg diadzab dengan batu dan siapakah yang terpelihara dari batu?
21. Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah dan dianggap besar!
22. Pohon apakah yang mempu-nyai 12 ranting, setiap ranting mempunyai 30 daun,
setiap daun mempunyai 5 buah, 3 di bawah naungan dan dua di bawah sinaran matahari?"

Mendengar pertanyaan tersebut pemuda itu tersenyum dengan senyuman mengandung keyakinan kepada Allah.

Setelah membaca basmalah ia berkata,

1. Satu yang tiada duanya ialah Allah SWT.
2. Dua yang tiada tiganya ialah malam dan siang. Allah SWT berfirman,
"Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda (kebesaran kami)." (Al-Isra': 12).
3. Tiga yang tiada empatnya adalah kekhilafan yang dilakukan Nabi Musa ketika Khidir menenggelamkan sampan,
membunuh seorang anak kecil dan ketika me-negakkan kembali dinding yang hampir roboh.
4. Empat yang tiada limanya adalah Taurat, Injil, Zabur dan al-Qur'an.
5. Lima yang tiada enamnya ialah shalat lima waktu.
6. Enam yang tiada tujuhnya ialah jumlah hari ke-tika Allah SWT menciptakan makhluk.
7. Tujuh yang tiada delapannya ialah langit yang tujuh lapis.
Allah SWT berfirman, "Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis.
Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Rabb Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang." (Al-Mulk: 3).
8. Delapan yang tiada sembilannya ialah malaikat pemikul Arsy ar-Rahman.
Allah SWT berfirman,"Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit.
Dan pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung 'Arsy Rabbmu di atas(kepala) mereka." (Al-Haqah: 17).
9. Sembilan yang tiada sepuluhnya adalah mu'jizat yang diberikan kepada Nabi Musa : tongkat, tangan yang bercahaya, angin topan,
musim paceklik, katak, darah, kutu dan belalang dan *
10. Sesuatu yang tidak lebih dari sepuluh ialah kebaikan.
Allah SWT berfirman, "Barangsiapa yang berbuat kebaikan maka untuknya sepuluh kali lipat." (Al-An'am: 160).
11. Sebelas yang tiada dua belasnya ialah jumlah saudara-saudaraYusuf ....
12. Dua belas yang tiada tiga belasnya ialah mu'jizat Nabi Musa yang terdapat dalam firman Allah,
"Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman,
'Pukullah batu itu dengan tongkatmu.' Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air." (Al-Baqarah: 60).
13. Tiga belas yang tiada empat belasnya ialah jumlah saudara Yusuf ditambah dengan ayah dan ibunya.
14. Adapun sesuatu yang bernafas namun tidak mempunyai ruhadalah waktu Shubuh.
Allah SWT ber-firman, "Dan waktu subuh apabila fajarnya mulai menying-sing." (At-Takwir: 18).
15. Kuburan yang membawa isinya adalah ikan yang menelan Nabi Yunus AS.
16. Mereka yang berdusta namun masuk ke dalam surga adalah saudara-saudara Yusuf ,
yakni ketika mereka berkata kepada ayahnya,
"Wahai ayah kami, sesungguhnya kami pergi berlomba-lomba dan kami
tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan
serigala." Setelah kedustaan terungkap, Yusuf berkata kepada mereka,"
tak ada cercaaan ter-hadap kalian." Dan ayah mereka Ya'qub berkata,
"Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Rabbku. Sesungguhnya
Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
17. Sesuatu yang diciptakan Allah namun tidak Dia sukai adalah suara keledai.
Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya sejelek-jelek suara adalah suara kele-dai." (Luqman: 19).
18. Makhluk yang diciptakan Allah tanpa bapak dan ibu adalah Nabi Adam, malaikat, unta Nabi Shalih dan kambing Nabi Ibrahim.
19. Makhluk yang diciptakan dari api adalah Iblis, yang diadzab dengan api ialah Abu Jahal dan yang terpelihara dari api adalah Nabi Ibrahim.
Allah SWT berfirman, "Wahai api dinginlah dan selamatkan Ibrahim." (Al-Anbiya': 69).
20. Makhluk yang terbuat dari batu adalah unta Nabi Shalih, yang diadzab dengan batu adalah tentara bergajah
dan yang terpelihara dari batu adalah Ash-habul Kahfi (penghuni gua).
21. Sesuatu yang diciptakan Allah dan dianggap perkara besar adalahtipu daya wanita,
sebagaimana firman Allah SWT, "Sesungguhnya tipu daya kaum wanita itu sangatlah besar." (Yusuf: 28).
22. Adapun pohon yang memiliki 12 ranting setiap ranting mempunyai 30 daun,
setiap daun mempunyai 5 buah, 3 di bawah teduhan dan dua di bawah sinaran matahari
maknanya: Pohon adalah tahun, ranting adalah bulan, daun adalah hari dan
buahnya adalah shalat yang lima waktu, tiga dikerjakan di malam hari dan dua di siang hari.

Pendeta dan para hadirin merasa takjub mende-ngar jawaban pemuda
muslim tersebut. Kemudian ia pamit dan beranjak hendak pergi. Namun
ia mengurungkan niatnya dan meminta kepada pendeta agar menjawab
satu pertanyaan saja. Permintaan ini disetujui oleh sang pendeta.
Pemuda ini berkata, "Apakah kunci surga itu?"

Mendengar pertanyaan itu lidah sang pendeta menjadi kelu, hatinya
diselimuti keraguan dan rona wajahnya pun berubah.. Ia berusaha
menyembunyikan kekhawatirannya, namun hasilnya nihil.

Orang-orang yang hadir di gereja itu terus mendesaknya agar menjawab
pertanyaan tersebut, namun ia berusaha mengelak.

Mereka berkata,
"Anda telah melontarkan 22 pertanyaan kepadanya dan semuanya ia jawab,
sementara ia hanya memberimu satu pertanyaan namun anda tidak mampu
menjawabnya!"

Pendeta tersebut berkata,
"Sungguh aku mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut, namun
aku takut kalian marah.

" Mereka menjawab, "Kami akan jamin keselamatan anda."

Sang pendeta pun berkata,
"Jawabannya ialah: Asyhadu an La Ilaha Illallah wa anna Muhammadar Rasulullah."

Lantas sang pendeta dan orang-orang yang hadir di gereja itu memeluk agama Islam.
Sungguh Allah telah menganugrahkan kebaikan dan menjaga mereka
dengan Islam melalui tangan seorang pemuda muslim yang bertakwa.**

* Penulis tidak menyebutkan yang kesembilan (pent.)
** Kisah nyata ini diambil dari Mausu'ah al-Qishash al-Waqi'ah melalui
internet,
Kaum yang berpikir (termasuk para pendeta) sedianya telah mengetahui
bahwa Islam adalah agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan akan menjaga manusia dalam kesejahteraan baik di dunia dan di akherat..
Apa yang menyebabkan hati-hati para pendeta itu masih tertutup bahkan
cenderung mereka sendiri yang menutup rapat jiwanya..
Semoga Allah SWT memberikan Hidayah kepada mereka yang mau berpikir..
Amien..

Minggu, 15 Agustus 2010

MARHABAN YA RAMADHAN

Syarat Laa Ilaha Illallahu dan Dalilnya (1)

Syarat Laa Ilaha Illallahu dan Dalilnya (1)
Manusia Allah Subhanahu wa Ta'ala ciptakan di muka bumi ini dengan tujuan untuk menegakkan kalimat Allah yaitu Laa Illaha Illallah (لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ), yang realisasi dari kalimat ini adalah tauhid kepada Allah 'azza wa jalla. Hal ini sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah Aku ciptakan seluruh jin dan seluruh manusia melainkan untuk mentauhidkanKu ". (QS : Adz Dzariyat [51] :56).
Demikian juga Allah Subhanahu wa Ta'ala mengutus pada Nabi dan para Rosul adalah untuk mengajarkan kepada manusia kepada pentauhidan kepada Allah, hal ini sebagaimana firman Allah 'azza wa jalla,
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Tidaklah kami mengutus seorang Rosul/utusan sebelummu kecuali kami wahyukan kepadanya bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Aku (Allah) maka bertauhidlah pada Ku (Allah) ”. (QS : Al Anbiya’ [21] : 25).
Cukuplah dua ayat di atas untuk menjelaskan kepada kita betapa mulia dan agungnya mentauhidkan Allah 'azza wa jalla. Namun sayang, tidak sedikit diantara orang di sekililing kita yang mengucapkan kalimat ini akan tetapi tidak paham makna dan konsekwensi dari kalimat ini. Untuk itulah kami akan uraikan secara ringkas tentang syarat kalimat tauhid dan dalil-dalilnya dari kitab para ulama’ namun secara ringkas.
Pengertian Syarat
Syarat dalam istilah fiqih berarti sesuatu yang tidak akan sempurna (sah pent.) suatu yang disyaratkan kecuali dengannya . Agar lebih memudahkan pemahaman kita ambil contoh ibadah sholat, ibadah ini tidaklah akan dinilai sebagai sholat yang sah apabila syaratnya tidak terpenuhi yaitu wudhu. Sehingga apabila seseorang melakukan ibadah sholat tanpa berwudhu maka sholatnya tidaklah sah bahkan ia berdosa apabila nekat sholat tanpa wudhu dalam keadaan ia tahu bahwa wudhu merupakan syarat sah sholat .
Sebelum kita masuk kepada pembahasan selanjutnya, perlu kami sampaikan bahwasanya syarat-syarat yang akan kami sebutkan berikut ini yang terpenting adalah pengamalannya, sehingga mungkin saja ada seseorang yang tidak hafal syarat-syarat ini namun ia telah mengamalkan seluruhnya maka sudah cukup baginya, Allahu a’lam.
Kemudian jika hal di atas kita pahami, mungkin diantara kita ada yang bertanya dari mana penetapan syarat Laa Illaha Illallah (لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ) ini ? Maka jawabnya adalah hal ini ditetapkan dari Al Qur'an dan As Sunnah dengan metode istiqro’ dan tatabbu’ (penulusuran). Hal ini bukanlah merupakan bid’ah sebagaimana para ulama’ ijma’ bahwa pada ibadah sholat ada syarat dan rukunnya . Dan kami tambahkan karena maksud dari penetapan 7 syarat ini adalah untuk memudahkan bagi kaum muslimin untuk memahaminya sehingga sebagaimana kami singgung di atas, yang terpenting dalam hal ini adalah pengamalan terhadap seluruh syaratnya dan bukanlah pembagiannya. Allahu a’lam.
Syarat Pertama, Al Ilmu (Mengetahui Maknanya)
Ilmu yang dimaksud di sini adalah ilmu yang menghilangkan kebodohan, dan secara istilah ilmu adalah mengetahui sesuatu secara pasti sebagaimana keadaan yang sebenarnya (sesuai dengan dalilnya) .
Kemudian, makna Laa Illaha Illallah (لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ) adalah Laa Ma’buda bi Haqqin Illallahu (لَا مَعْبُوْدَ بِحَقٍّ إِلَّا اللهُ) yang berarti tidak ada sesembahan (seluruhnya) yang berhak diibadahi kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala. Inilah tafsir yang benar dari kalimat tauhid, tidak sebagaimana anggapan sebagian orang, atau anggapan yang telah ditanamkan kepada kita sejak kecil yaitu tidak ada Pencipta dan Pemberi Rizki kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala, atau tidak ada Dzat yang menghidupkan dan mematikan kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala. Maka ketahuilah makna ini adalah makna yang sangat jauh dari makna yang dikehendaki oleh Allah 'azza wa jalla dan RosulNya shallallahu ‘alaihi was sallam, lihatlah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala berikut ini,
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمْ مَنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ
“Katakanlah (kepada mereka yang berbuat kemusyirikan kepada Allah) siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan dan menguasai) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: "Allah." Maka katakanlah "Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?”. (QS : Yunus [10] : 31).
Berdasarkan ayat di atas dan ayat-ayat yang lainnya kita dapat mengetahui bathilnya penafsiran kalimat Laa Illaha Illallah (لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ) dengan tafsiran tidak ada Pencipta dan Pemberi Rizki kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala, atau tidak ada Dzat yang menghidupkan dan mematikan kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Demikian juga betapa Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam telah memberitahukan kepada kita melalui hadits-haditsnya sebagaimana yang diriwayatkan oleh al Imam Muslim dalam kitab Shohihnya,
مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَكَفَرَ بِمَا يُعْبَدُ مِنْ دُونِ اللَّهِ حَرُمَ مَالُهُ وَدَمُهُ وَحِسَابُهُ عَلَى اللَّهِ
“Barangsiapa yang mengucapkan kalimat Laa Ilaaha Illallah dan kufur/mengingkari terhadap seluruh ibadah kepada selain Allah (maka) darahnya dan hartanya haram (terlindungi) sedangkan hisabnya (perhitungan amalmya) di sisi Allah” .

Pada hadits yang mulia ini Nabi shollallahu 'alaihi was sallam jelas mengaitkan adanya keterlindungan jiwa dan harta dengan 2 hal yaitu,
[1.] Dengan mengucapkan kalimat (لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ)
[2.] Dengan mengingkari (baik dengan secara lahir dan bathin pent.) seluruh bentuk peribadatan kepada selain Allah.
Jika dua hal ini telah terealisasi maka harta dan jiwanya terlindungi karena ia telah menjadi seorang muslim dan seorang muslim harta dan jiwanya terlindungi .
Berdasarkan tafsir di atas jelaslah bagi kita bahwa inti yang dimaksudkan dari kalimat Laa Illaha Illallah (لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ) yang dimaksudkan adalah mentauhidkan Allah dalam masalah peribadatan atau yang disebut para ulama dengan tauhid uluhiyah atau tauhid ath tholab wal qoshdu .
selengkapnya http://alhijroh.net/aqidah/syarat-laa-illaha-illallahu-dan-dalilnya-1/

Jumat, 06 Agustus 2010

Sebagain Hikmah dari Dua Nama Allah….

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Sebagain Hikmah dari Dua Nama Allah….
Segala puji yang disertai pengagungan seagung-agungnya hanya milik Allah Subhanahu wa Ta'ala dan perendahan diri kita yang serendah-rendahnyanya hanya kita berikan kepadaNya Robbul ‘Alamin. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi was sallam.
Al Qur'an merupakan sebuah mu’jizat yang teragung yang Allah berikan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi was sallam dan akan senantiasa terjaga. Maka sebagai ummat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi was sallam sudah sepantasnya dan sudah selayaknyalah kita mengkaji dan mempelajarinya.
Diantara ayat mulia yang Allah Subhanahu wa Ta'ala abadikan dalam kitabNya,
تَنْزِيلَ الْعَزِيزِ الرَّحِيمِ
“(Al Qur’an merupakan wahyu yang) diturunan oleh Al Aziz dan Ar Rohim”. (QS : Yaasiin [36] : 5).
Berikut kami kutipkan tafsiran ayat ini dari penjelasan Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rohimahullah secara ringkas dan sedikit perubahan redaksi,
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala (تَنْزِيلَ) secara bahasa merupakan susunan khobar dari mubtada’ yang dihapus dan ditakdirkan/ditetapkan mubatada’ yang dihapus tersebut adalah Al Qur'an, sehingga ditafsirkan sebagai, (القُرْآن تَنْزِيلَ الْعَزِيزِ الرَّحِيم) “Al Qur’an merupakan wahyu yang diturunan oleh Al Aziz dan Ar Rohim”.
Al Qur'an, Allah turunkan secara perlahan-lahan, sebagian demi sebagian, hal ini sebagaimana firman Allah 'Azza wa Jalla,
وَقُرْآَنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيلًا
“Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian ”. (QS : Al Isro’ [17] : 106).
Firman Allah Subahanahu wa Ta'ala tentang penuruan Al Qur'an memiliki dua cara penyampaian,
[1.] Allah 'Azza wa Jalla terkadang mengabarkan kepada kita bahwa Al Qur'an, Allah Subahanahu wa Ta'ala turunkan dengan menggunakan kata (أَنْزَلَ) yang mengandung makna diturunkan sekaligus, maka hal ini jika yang ditinjau adalah bagian akhirnya sehingga jika ditinjau dari sisi ini maka Allah 'Azza wa Jalla telah menurunkan Al Qur'an secara keseluruhan. Atau jika ditinjau dengan tinjauan telah Allah turunkan dari lauhil mahfudz ke langit dunia . Hal ini sebagaimana firman Allah Subahanahu wa Ta'ala,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
“Sesungguhnya Kami menurunkan Al Qur’an pada malam Lailatul Qodr”. (QS : Al Qodr [97] : 1).

[2.] Allah 'Azza wa Jalla terkadang mengabarkan kepada kita bahwa Al Qur'an Allah Subahanahu wa Ta'ala turunkan dengan menggunakan kata (نَزَّلَ) yang mengandung makna diturunkan sebagian demi sebagian atau perlahan-lahan. Sebagaimana dalam firman Allah dalam surat Al Isro’ ayat 106 di atas dan firman Allah dalam surat Qof ayat 9 dan Ar Ro’du ayat 17.
Kemudian firman Allah (الْعَزِيزِ), nama Allah Subahanahu wa Ta'ala Al Aziz memiliki 3 makna,
[1.] Allah adalah Dzat yang Aziz dalam kedudukannya, {sehingga terkadang diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai Dzat Yang Maha Mulia Kedudukannya} .
[2.] Allah adalah Dzat yang Aziz dalam Kekuasaannya, {sehingga terkadang diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai Dzat Yang Maha Perkasa} .
[3.] Allah adalah Dzat yang Aziz dalam Keinginannya, {artinya jika keinginan Allah dan keinginan mahluk bertabrakan maka keinginan Allah lah yang akan terjadi} .
selengkapnya silakan lihat di
http://alhijroh.net/tafsir/sebagain-hikmah-dari-dua-nama-allah/

Senin, 02 Agustus 2010

Bukan Sekedar Ucapan

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Bukan Sekedar Ucapan



Sesungguhnya sholat kita, sembelihan kita, hidup kita dan mati kita hanyalah untuk Allah ‘azza wa jalla dan tidak untuk selainnya. Demikianlah yang seharusnya senantiasa terpatri dalam hidup dan kehidupan setiap muslim.


Hal ini merupakan realisasi dan perwujudan nyata dari sebuah kalimat yang agung yaitu ( لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ) Tiada Sesembahan yang Benar Disembah Melainkan Hanya Allah ‘Azza wa Jalla Semata.


Namun sayang sungguh sangat disayangkan demikian banyak orang yang mengucapkan kalimat ( لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ) namun tidak mengerti konsekwensinya yang ia adalah rukun dan syarat[1] diterimanya kalimat tersebut.


Penjelasan tentang hal ini tidaklah luput dari perhatian Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi was sallam bahkan ia adalah misi terbesar diutusnya para Nabi dan Rosul yaitu untuk menegakkan kalimat (لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ) dan merealisasikannya. Hal ini dapat kita lihat dengan jelas melalui hadits Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam yang diriwayatkan oleh Al Imam Muslim rohimahullah dalam kitab Shohihnya,


مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَكَفَرَ بِمَا يُعْبَدُ مِنْ دُونِ اللَّهِ حَرُمَ مَالُهُ وَدَمُهُ وَحِسَابُهُ عَلَى اللَّهِ

“Barangsiapa yang mengucapkan kalimat Laa Ilaaha Illallah dan kufur/mengingkari terhadap seluruh ibadah kepada selain Allah (maka) darahnya dan hartanya haram (terlindungi) sedangkan hisabnya (perhitungan amalmya) di sisi Allah”[2].


Hadits yang mulia ini adalah seagung-agung dan sejelas-jelasnya dalil yang menjelaskan bahwa sekedar mengucapkan kalimat (لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ) tidaklah memasukkan seseorang ke dalam islam. Melainkan harus ada padanya 2 unsur yang merupakan hakikat dari tafsir tauhid yaitu penetapan seluruh tauhid uluhiyah hanya kepada Allah semata dan peniadaaan seluruh tauhid uluhiyah terhadap selain Allah[3].


Pada hadits yang mulia ini Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam jelas mengaitkan adanya keterlindungan jiwa dan harta dengan 2 hal yaitu,

[1.] Dengan mengucapkan kalimat (لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ)

[2.] Dengan mengingkari (baik dengan secara lahir dan bathin pent.) seluruh bentuk peribadatan kepada selain Allah.

Jika dua hal ini telah terealisasi maka harta dan jiwanya terlindungi karena ia telah menjadi seorang muslim dan seorang muslim harta dan jiwanya terlindungi[4].


Berdasarkan hadits yang agung ini Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rohimahullah mengatakan,

“Jika ada orang yang mengucapkan kalimat (لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ) dan menilai/berpendapat bahwa orang nashrani dan yahudi pada zaman ini berada dalam agama yang benar[5] maka ia bukanlah seorang muslim. Demikian juga barang siapa yang menilai/berpendapat bahwa agama-agama yang ada hanyalah berupa pola pikir (أَفْكَار) yang mana setiap orang bebas memilih agama mana yang ia kehendaki[6] maka ia bukanlah seorang muslim”[7].
selengkapnya di
http://alhijroh.net/aqidah/bukan-sekedar-ucapan/

Mungkinkah Umat Islam Bersatu?

Pembaca mulia, barangkali pembaca sekalian akan merasakan apa yang penulis rasakan, yaitu sedih melihat kaum muslimin sekarang ini terpecah-belah dalam berbagai kelompok dan golongan. Ada yang menempuh jalur politik, yang dari situ, terpecahlah menjadi berbagai partai belabel Islam dengan ciri khasnya masing-masing. Di sisi lain, ada yang menempuh jalur pemikiran liberal. Ada yang menempuh jalur kulturalisasi dengan tradisi leluhur secara mentah-mentah. Ada yang menempuh jalur penegakan khilafah Islamiyyah. Ada pula yang melalui jalur terorisme dan pengebomam, sebagaimana yang baru marak akhir-akhir ini. Barangkali, di antara pembaca ada yang bertanya, “Mana di antara kelompok-kelompok Islam itu yang benar? Mengapa mereka berjalan dengan cara-caranya sendiri. Mengapa langkah mereka tidak sama, padahal mereka sama-sama Islam? Mengapa sesama Islam tidak bersatu? Mungkinkah umat Islam akan bersatu?”

Sebagai bahan perenungan dari pertanyaan-pertanyaan di atas, perhatikanlah terlebih dahulu firman Allah ta’ala berikut ini.

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آَيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Berpeganglah kalian semua pada tali (agama) Allah dan janganlah kalian berpecah belah. Ingatlah nikmat yang Allah curahkan kepada kalian ketika kalian dulu bermusuhan, lalu Allah lembutkan hati-hati kalian. Kemudian, dengan nikmatNya kalian menjadi bersaudara. (Ingatlah pula) dulu kalian di tepi jurang neraka, lalu Allah selamatkan kalian. Demikianlah, Allah jelaskan ayat-ayatNya kepada kalian, mudah-mudahan kalian mendapat petunjuk.”
(Q.S. Ali Imron: 103)


Asbabun Nuzul (Sebab Turunnya Ayat)
Ayat ini turun berkenaan dengan kasus yang terjadi antara suku Aus dan Khazraj . Kedua suku ini semasa jahiliyyah sering berperang dan saling bermusuhan dengan permusuhan yang keras. Permusuhan ini telah berlangsung selama 120 tahun . Kemudian, setelah Islam yang dibawa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai kepada mereka, mereka bersatu. Mereka menjadi saudara karena Islamlah yang mempersatukan mereka, bukan persatuan di atas fanatisme suku. Melihat kaum muslimin bersatu dan merasa menjadi saudara satu sama lain, kaum yahudi merasa benci dan sesak hati. Mereka berusaha merusak persaudaraan ini dan mencerai beraikan kaum muslimin, dengan menumbuhkan dan mengungkit-ungkit permusuhan yang pernah terjadi di antara mereka di masa jahiliyyah.

Ibnu Katsir, dalam kitab tafsir beliau , menyebutkan riwayat bahwa Muhammad bin Yasar dan ulama lainnya menyebutkan bahwa,
“Ayat ini turun berkaitan dengan keadaan suku Aus dan Khazraj. Ketika itu, ada seorang laki-laki yahudi berjalan melewati sekumpulan orang dari suku Auz dan Khazraj. Laki-laki yahudi tersebut merasa tidak senang dengan keeraatan dan kekompakan mereka. Kemudian, ia mengirimkan seseorang dan memerintahkannya untuk duduk bersama mereka, serta mengingatkan kembali berbagai peperangan yang pernah terjadi di antara mereka pada peristiwa Bu’ats dan peperangan-peperangan lainnya. Orang itu tidak henti-hentinya melakukan hal tersebut sehingga emosi mereka bangkit dan sebagian mereka murka atas sebagian lainnya. Masing-masing mengobarkan emosinya, meneriakkan slogan-slogan, mengangkat senjata mereka dan saling mengancam untuk ke tanah lapang. Ketika hal itu terdengar oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau datang dan menenangkan mereka seraya berseru
“Apakah kalian menanti seruan jahiliyyah padahal aku masih berada di tengah-tengah kalian”?
Beliau pun membacakan ayat di atas, maka mereka pun menyesali apa yang mereka lakukan. Dan akhirnya, mereka saling bersalaman, berpelukan, dan meletakkan senjata. Mudah-mudahan Allah meridhoi mereka semuanya.

artikel terlalu panjang,
Lihat selengkapnya di http://al-ashree.com/telaah/islam-bersatu/

3 Faidah Agung Menjaga Pandangan

Segala puji hanya milik Allah Subhanahu wa Ta'ala Semoga sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita, Nabi akhir zaman Muhammad shallallahu ‘alaihi was sallam.

Salah satu ajaran mulia dalam islam adalah menundukkan pandangan bahkan ia diperintahkan Allah 'azza wa jalla kepada orang-orang yang beriman dari hamba-hambanya, dan ini menunjukkan mulianya apa yang diperintahkan, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman , "Hendaklah mereka menundukkan pandanganya, dan menjaga kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”.
(QS : An Nuur [24] : 30).

Pada ayat ini Allah Subhanahu wa Ta'ala mendahulukan penyebutan menundukkan pandangan dari pada menjaga kemaluan, maka hal ini menunjukkan pentingnya menundukkan pandangan sebagai sarana untuk membersihkan hati dari penyakit-penyakit yang dapat merasuk ke dalamnya, setelah itu barulah hati itu dapat tumbuh dan berkembang dengan diberi makanan hati yang berupa amal keta’atan sebagaimana badan yang juga butuh makanan agar dapat tumbuh dan berkembang.
Maka pada kesempatan ini kami nukilkan 3 faidah yang sangat agung dari suatu ibadah yang agung, yaitu menundukkan pandangan dari apa yang dijelaskan oleh Ibnul Qoyyim rohimahullah secara ringkas ,
[1.] Faidah Pertama, dapat merasakan manisnya iman, dimana ia merupakan suatu hal yang lebih baik, lebih lezat dari apa yang ia palingkan matanya dari melihatnya dan yang ia tinggalkan karena Allah Subhanahu wa Ta'ala. Maka barangsiapa yang meninggalkan sesuatu apapun karena Allah maka Allah 'azza wa jalla akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik dari apa yang dia tinggalkan tersebut. Sebagaimana dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,
إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئًا لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ
“Sesungguhnya tidaklah sesuatu yang kalian tinggalkan karena Allah 'azza wa jalla kecuali pasti akan Allah gantikan untukmu dengan sesuatu yang lebih baik dari apa yang dia tinggalkan” .
Ibnul Qoyyim rohimahullah menyebutkan bahwa,
“Pandangan itu merupakan utusan hati, hatilah yang mengutus pandangan untuk melihat apa yang bisa dikabarkannya dari keindahan apa yang terlihat. Kemudian dari apa yang dilihat inilah muncul rasa rindu, yang kemudian berubah menjadi rasa cinta yang selanjutnya rasa cinta ini dapat berubah menjadi rasa cinta yang bersifat penghambaan, sehingga hatinya menjadi hamba apa yang dia cintai yang semula hanya berawal dari apa yang dia lihat. Sehingga akhirnya mengakibatkan letihnya hati dan hatinya akan menjadi tawanan apa yang ia lihat. Kemudian sang hati yang telah letih ini mengeluhkan keletihannya pada pandagan, namun apa yang dikatakan pandangan tidaklah seperti yang dia harapkan. Dia mengatakan, “Aku hanyalah sebagai utusanmu dan engkaulah yang mengutusku” .
Maka semakin bertambahlah sakit yang dirasakan hati dan beginilah salah satu ujian bagi hati yang kosong dari kecintaan kepada Allah dan ikhlas kepadaNya, sehingga dengan ini terlihatlah bagi kita dampak buruk dari tidak menjaga pandangan .
Kemudian Ibnul Qoyyim rohimahullah mengatakan,
“Sesungguhnya hati itu pasti bergantung apa yang dicintainya, maka barangsiapa yang tidak menjadikan Allah lah satu-satunya yang dia cintai dan ilaah yang dia sembah sudah barang tentu hatinya akan menyembah/beribadah kepada selainNya” .
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman tentang Yusuf ‘alaihis salam,
كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ
“Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran (khianat ) dan kekejian (keinginan untuk berzina ). Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang ikhlas dalam kerta’atannya ”.
(QS : Yusuf [12] : 24).

Maka lihatlah saudaraku betapa Allah 'azza wa jalla kaitkan antara menjadi hamba yang ikhlas dalam keta’atannya kepada Allah, dimana salah satu jalannya adalah dengan memalingkan pandangan dari sesuatu yang haram dilihat dan ini adalah salah satu sebab Nabi Yusuf alaihis salam bisa berpaling dari perzinaan dan pengkhianatan padahal saat itu Beliau adalah seorang yang masih muda, belum menikah, terasing dan seorang budak dari majikan suami orang yang mengajaknya berzina.
[2.] Faidah Kedua, membuat hati menjadi bercahaya dan melahirkan firasat yang benar.
Ibnu Syujaa’ Al Karmani rohimahullah mengatakan,
“Barangsiapa yang menjaga dhohirnya dengan mengikuti sunnah dan batinnya dengan perasaan selalu diawasi Allah 'azza wa jalla (muroqobah), menahan diri dari mengikuti syahwat, menundukkan pandangan dari melihat hal-hal yang haram dan menjaga diri untuk tidak makan yang haram maka firasatnya tidak akan meleset”.
selengkapnya silakan lihat di
http://alhijroh.net/fiqih-tazkiyatun-nafs/3-faidah-agung-menjaga-pandangan/

Dia adalah Sebuah Hal yang Pasti Terjaga…!!

‫بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Dia adalah Sebuah Hal yang Pasti Terjaga…!!

Segala puji yang disertai pengagungan seagung-agungnya hanya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala dan perendahan diri kita yang serendah-rendahnyanya hanya kita berikan kepadaNya Robbul ‘Alamin. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi was sallam.

Pada kesempatan kali ini kami ingin sedikit mengingatkan kita tentang suatu perkara yang amat penting yang merupakan sebuah pondasi dasar dalam islam yaitu keterjagaan sunnah/hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam.

Hal ini kami anggap penting untuk dikemukakan karena sebagian orang punya pemahaman bahwa kita tidak butuh sunnah/hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam cukup dengan Al Qur’an saja. Atau ada perkataan lain semisal sunnah/hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam sudah banyak yang dipalsukan jadi tidak bisa dijadikan pegangan lagi sekarang..!??! Atau perkataan yang amat sangat buruk sekali yang semisal ini.

Untuk itulah kami memandang perlu menukilkan penjelasan ringkas dalam masalah ini dari para ulama ahlus sunnah. Ayat atau dalil yang kami bawakan di sini mungkin sudah pernah kita baca namun belum kita tadabburi dengan baik.

Ayat tersebut adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang amat agung,

وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan Kami turunkan kepadamu Adz Dzikr, agar kamu memberikan bayan pada seluruh umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”. (QS : An Nahl [16] : 44).

Para ulama mufassirin sepakat/ijma’ yang dimaksud dengan Adz Dzikr (الذِّكْرَ) dalam ayat ini adalah Al Qur’an Al Karim. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Ibnul Jauziy rohimahullah dalam kitab tafsirnya Zaadul Masiir[1]. Dengan demikian Al Qur’an yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi was sallam untuk memberikan bayan kepada seluruh manusia. Lantas apa hubungan ayat ini dan topik tulisan ini ?! mungkin ada diantara kita yang bertanya demikian. Maka kami katakan hubungannya adalah hubungan yang sangat erat dengan penjelasan sebagai berikut.

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albaniy rohimahullah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan bayan dalam ayat ini mencakup dua hal yaitu[2],

[1.] Penjelasan/bayan tentang lafadz dan susunan kata dalam Al Qur’an, maka hal ini merupakan bentuk tabligh/penyampaian beliau shallallahu ‘alaihi was sallam terhadap Al Qur’an dan bentuk penyangkalan terhadap adanya ayat Al Qur’an yang disembunyikan serta bentuk penunaian tugas beliau shallallahu ‘alaihi was sallam kepada ummatnya sebagaimana yang Allah perintahkan dalam firmanNya,

يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ

“Wahai Rosul, sampaikanlah apa yang diturunkan dari Robbmu kepadamu”. (QS : Al Maidah [5] : 67).

[2.] Penjelasan/bayan makna lafadz/kata, kalimat atau ayat yang ummat membutuhkan penjelasan tentangnya. Hal ini banyak terjadi dalam ayat-ayat yang masih mujmal[3]/global, umum dan mutlaq maknanya maka sunnah/hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam lah yang menjelaskan keglobalan, keumuman dan memuqoyad[4]kan yang masih mutlaq[5]. Hal ini dapat saja terjadi melalui perkataan/sabda beliau shallallahu ‘alaihi was sallam, namun juga dapat terjadi pada perbuatan yang beliau lakukan dan persetujuan beliau terhadap suatu perkara. Demikianlah pentingnya sunnah/hadits bagi Al Qur’an.

Sekian kutipan perkataan beliau rohimahullah dengan sedikit diringkas.

Adalah sebuah hal yang amat jelas bahwa Allah ‘azza wa jalla menjamin keterjagaan Al Qur’an dalam firmanNya,

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

“Sesungguhnya Kamilah yang telah menurunkan Adz Dzikr dan Kami pulalah yang menjaganya”. (QS : Al Hijr [15] : 9).

Sebagaimana ayat dalam surat An Nahl ayat 44 di atas maka yang dimaksud dengan Adz Dzikr (الذِّكْرَ) dalam ayat ini juga Al Qur’an denga sepakat/ijma’ para ahli tafsir[6]. Dengan demikian jelaslah bahwa

jika Allah ‘azza wa jalla menjamin keterjagaan Al Qur’an maka pastilah Allah menjaga keterjagaan apa yang menjelaskan Al Qur’an yaitu hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam baik itu hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam yang berupa perkataan/sabda, perbuatan dan persetujuan beliau shallallahu ‘alaihi was sallam terhadap suatu urusan.

Allahu a’lam.

Ba’da Isya’, 7 Sya’ban 1431 H/ 19 Juli 2010 M,

Yang selalu lemah di hadapan Robbnya,

Aditya Budiman bin Usman As Sijambaliy

[1] Lihat Zaadul Masiir oleh Ibnul Jauziy rohimahullah (wafat 597 H/1201 M) hal. 96/IV, Asy Syamilah.

[2] Penjelasan ini kami ringkas dari kitab Manzilatus Sunnah fil Islam oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albaniy rohimahullah hal. 4-5, Asy Syamilah.

[3] Mujmal menurut istilah dalam ilmu ushul fiqh adalah perkara yang masih mengandung dua makna atau lebih dan tidak dapat dikuatkan salah satu dari dua kemungkinan makna atau lebih. [lihat Ma’alim Ushul fiqh ‘Inda Ahlis Sunnah wal Jama’ah oleh Syaikh Muhammad bin Husain bin Hasan Al Jaizaniy hal 388, cetakan ke-7, terbitan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh. Kitab ini merupakan Disertasi Beliaudi Universitas Islam Madinah].

[4] Muqoyyad adalah sebuah lafadz untuk makna hal tertentu-misal Muhammad- atau tidak tertentu namun ada shifat tambahan tertentu untuk menunjukkan hakikatnya ketercakupan jenisnya. [lihat Ma’alim Ushul fiqh ‘Inda Ahlis Sunnah wal Jama’ah oleh Syaikh Muhammad bin Husain bin Hasan Al Jaizaniy hal 388]. Contohnya kalimat, “Berikan hadiah kepada Muhammad”, “Bebaskan seorang budak yang beriman”.

[5] Mutlaq adalah sebuah lafadz/kata dari suatu makna namun belum dapat ditentukan dengan meninjau ketercakupannya dalam suatu cakupan makna tertentu. [lihat Ma’alim Ushul fiqh ‘Inda Ahlis Sunnah wal Jama’ah oleh Syaikh Muhammad bin Husain bin Hasan Al Jaizaniy hal 388] contohnya kalimat “Berikan 1 hadiah kepada seorang murid”, “Bebaskan seorang budak”.

[6] Lihat Zaadul Masiir oleh Ibnul Jauziy rohimahullah (wafat 597 H/1201 M) hal. 51/IV.

sumber ‬http://alhijroh.co.cc/aqidah/dia-adalah-sebuah-hal-yang-pasti-terjaga/