Motto Santri :

Utlubul Ilma Minal Mahdi Ilallahdi

Senin, 27 September 2010

Sebuah Hal yang Besar yang Sering Kita Abaikan

Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, washolatu wassalamu ‘ala Nabiyina Muhammmad shallallahu ‘alaihi was sallam, amma ba’du,

Sebuah hal yang sering kita alami atau sering bersama kita sering terluput dari pikiran kita. Semisal nikmat yang Allah berikan kepada kita berupa badan yang sehat, sering sekali kita tidak mensyukuri nikmat tersebut sehingga jatuhlah kita dalam kufur nikmat kepada Allah ‘Azza wa Jalla berupa berbuat maksiat semisal pacaran, dan seterusnya. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menegaskan dalam firmanNya,

لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

“Sungguh jika kalian bersyukur akan Aku (Allah) tambah nikmatKu kepada kalian, namun apabila kalian kufur terhadap nikmatKu ingatlah sesungguhnya adzabKu amat pedih”. (QS : Ibrohim [14] : 7).

Maka hal yang sama juga tak jarang sebagian kita tidak menyadari bahwa urusan istinja’ dan berusaha agar tidak terlihat orang lain ketika buang air merupakan urusan yang besar dalam islam, dalam pandangan Allah ‘Azza wa Jalla dan Nabi junjungan dan teladan kita Muhammad shallallahu ‘alaihi was sallam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ

“Dan pakaianmu maka bersihkanlah”. (QS : Al Mudatsir [74] : 4).

Salah satu penafsiran ayat ini sebagaimana yang dinukil Al Imam Ibnu Katsir Asy Syafi’i dalam kitab tafsirnya, “Ibnu Juraij rohimahullah mengatakan dari Atho rohimahullah dari Ibnu Abbas rodhiyallahu ‘anhuma firman Allah (وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ) dalam perkataan orang arab berarti bersihkanlah pakaianmu[1]. Maka ayat ini menunjukkan wajibnya membersihkan pakaian kita dari najis karena Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi was sallam agar membersihkan pakaian beliau bahkan perintah ini merupakan salah satu ayat yang Allah Subhanahu wa Ta’ala wahyukan kepada beliau shallallahu ‘alaihi was sallam ketika diangkat menjadi rosul, dan sebuah hal yang sudah kita ketahui bersama bahwa hukum asal perintah bagi Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam merupakan perintah kepada ummatnya,
selengkapnya silakan lihat di
http://alhijroh.net/adab-akhlak/sebuah-hal-yang-besar-yang-sering-kita-abaikan/

Wanita… Andai Kau Sadar Betapa Mahalnya Dirimu….

ذئب آخر..” كان من شباب الخلاعة واللهو، علم أن المنزل الذي يجاور منزله يشتمل علي فتاة حسناء من ذوات الثراء والنعمة والرفاهية والرغد، فرنا إليها النظرة الأولى فتعلقها، فكررها أخرى ، فبلغت منه، فتراسلا، ثم تزاورا، ثم افترقا، وقد ختمت روايتهما بما تختتم به كل رواية غرامية يمثلها أبناء آدم وحواء علي مسرح هذا الوجود، عادت الفتاة تحمل بين جانبيها هما يضطرم في فؤادها، وجنيناً يضطرب في أحشائها، وقد يكون لها إلي كتمان الأول سبيل، أما الثاني فسر مذاع وحديث مشاع ، إن اتسعت له الصدور، فلا تتسع له البطون، وإن ضن به اليوم فلا يضن به الغد........

“….Selanjutnya, inilah kisah serigala lain. Ia adalah laki-laki bejat dan suka bermain-main. Ia mengetahui bahwa tidak jauh dari rumahnya terdapat seorang gadis yang sempurna dari sisi kepemilikan harta, kebahagiaan, kemewahan, dan kesejahteraan hidup. Ia menatap gadis itu dengan pandangan pertama, ia pun terpikat dengannya sehingga ia berkali-kali memandangi dirinya. Maka, pandangannya pun sampai di hati si gadis. Akhirnya, mereka saling berkirim surat, lalu saling bertemu, kemudian berpisah.

Kisah mereka berdua berakhir seperti halnya kisah-kisah asmara lain yang diperankan anak cucu adam di atas pentas dunia ini. Kini, gadis itu menangggung duka nestapa di hati dan janin yang di dalam perutnya. Pada mulanya, ia bisa menyembunyikan kehamilan itu, namun selanjutnya berita kehamilannya tersebar luas. Meski dadanya masih lapang, namun tidak begitu dengan perutnya. Meski hari ini janin itu bisa disembunyikan, namun tidak dengan keesokan harinya............

((artikel terlalu panjang, silakan lihat selengkapnya di
http://al-ashree.com/artikel/betapa-mahal-wanita/ ))

Salafiy atau Murji’ah....

Segala puji yang disertai pengagungan seagung-agungnya hanya milik Allah Subhanahu wa Ta'ala dan perendahan diri kita yang serendah-rendahnyanya hanya kita berikan kepadaNya Robbul ‘Alamin. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi was sallam.
Sering kita mendengar ucapan atau perkataan orang yang mengatakan bahwa, “Amalan keta’atan merupakan buah dari adanya tashdiq/iman dalam hati”. Apakah perkataan semisal ini merupakan buah dari aqidah murji’ah atau bahkan aqidah murji’ah itu sendiri sehingga orang yang mengatakan hal demikian keluar dari manhaj ahlus sunnah wal jama’aha atau tidak ?! Maka tak jarang kita temukan sebagian orang yang –Allahu a’lam-terlalu bersemangat dalam masalah memisahkan antara ahlus sunnah dan ahlul bida’ -dalam hal ini murji’ah- langsung memvonis orang yang punya perkataan demikian yaitu “Amalan keta’atan merupakan buah dari adanya tashdiq/iman dalam hati” langsung keluar dari barisan ahlus sunnah dan tidak lagi salafiy.
Untuk meluruskan masalah ini maka marilah kita lihat sejenak apa yang disampaikan oleh Syaikhul Islam Ahmad bin Abdul Halim bin Taimiyah rohimahullah.
“Perkataan orang yang mengatakan bahwa amalan keta’atan merupakan buah dari adanya tashdiq/iman dalam hati (maka) hal ini memiliki dua kemungkinan,
[Pertama] Apabila yang dimaksudkan dari perkataan tersebut bahwa amalan keta’atan merupakan konsekwensi realistis terhadap adanya tashdiq dalam hati yang berarti jika iman ada dalam hati maka pastilah ada amalan keta’atan. Maka kalimat/perkataan di atas benar dan inilah manhaj salafiy yaitu manhaj ahlus sunnah.
[Kedua] Apabila yang dimaksudkan dari perkataan tersebut bahwa iman/tashdiq dalam hati merupakan sebab adanya amalan keta’atan yang berarti bahwa iman yang ada dalam hati itu merupakan iman yang sempurna walaupun tidak ada amalan keta’atan (sama sekali) maka ini adalah pendapat murji’ah dari jahmiyah dan dari golongan lainnya .
Maka dari hal di atas terlihat jelas bagaimana sikap ulama’ ahlus sunnah menyikapi perkataan “Perkataan orang yang mengatakan bahwa amalan keta’atan merupakan buah dari adanya tashdiq/iman dalam hati” dan demikianlah adab para ulama ahlus sunnah dalam mengkritik sebuah perkataan. Allahu A’lam. Semoga bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
silakan lihat http://alhijroh.net/aqidah/salafiy-atau-murji%E2%80%99ah/