Motto Santri :

Utlubul Ilma Minal Mahdi Ilallahdi
Tampilkan postingan dengan label Adab Akhlak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Adab Akhlak. Tampilkan semua postingan

Minggu, 28 November 2010

Inilah Warisan Buatku dan Buatmu

Inilah Warisan Buatku dan Buatmu

Segala puji yang disertai pengagungan seagung-agungnya hanya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala dan perendahan diri kita yang serendah-rendahnyanya hanya kita berikan kepadaNya Robbul ‘Alamin. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi was sallam.

Mungkin diantara kita banyak yang sudah rajin mengaji, mempelajari agama. Namun tak jarang pula dari yang sekian banyak itu mengalami sindrom future/malas di tengah menuntut ilmu.

Maka untuk mengingatkan diriku dan dirimu wahai saudaraku, aku nukilkan kisah berikut sebagai renungan dan motivasi.

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ : أَنَّهُ مَرَّ بِسُوْقِ الْمَدِيْنَةِ فَوَقَفَ عَلَيْهَا فَقَالَ يَا أَهْلَ السُّوْقِ مَا أَعْجِزْكُمْ ؟ قَالُوْا وَمَا ذَاكَ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ ؟ قَالَ ذَاكَ مِيْرَاثُ رَسُوْلِ اللهِ يَقْسِمُ وَأَنْتُمْ هَا هُنَا لَا تَذَهَبُوْنَ ؟ فَتَأْخُذُوْنَ نَصِيْبَكُمْ مِنْهُ. قَالُوْا وَأَيْنَ هُوَ قَالَ فِيْ الْمَسْجِدِ فَخَرَجُوْا سُرَاعًا إِلَى الْمَسْجِدِ وَوَقَفَ أَبُوْ هُرَيْرَةَ لَهُمْ حَتَّى رَجِعُوْا. فَقَالَ لَهُمْ مَا لَكُمْ ؟ قَالُوْا يَا أَبَا هُرَيْرَةَ فَقَدْ أَتَيْنَا الْمَسْجِدِ فَدَخَلْنَا فَلَمْ نَرَ فِيْهِ شَيْئًا يَقْسِمُ. فَقَالَ لَهُمْ أَبُوْ هُرَيْرَةَ أَمَا رَأَيْتُمْ فِيْ الْمَسْجِدِ أَحَدًا ؟ قَالُوا بَلَى, رَأَيْنَا قَوْمًا يُصَلُّونَ وَقَوْمًا يَقْرَأُوْنَ الْقُرْآنَ وَقَوْمًا يَتَذَاكَرُوْنَ الْحَلَالَ وَالْحَرَامَ. فَقَالَ لَهُمْ أَبُوْ هُرَيْرَةَ وَيَحْكُمُ, فَذَاكَ مِيْرَاث….

Dari Sahabat Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, Sesungguhnya dia (Abu Huroiroh) pernah melewati sebuah pasar di Madinah, kemudian dia berhenti dan berkata, “Wahai para orang-orang yang ada di pasar…apa gerangan yang membuat kalian malas/lemah?” Maka orang –orang yang ada di pasar mengatakan, “Melemahkan atas apa wahai Abu Huroiroh?” Maka Abu Huroiroh mengatakan, “Mengapa kalian lemah/malas mengambil warisan Rosulullah, warisan beliau saat ini sedang dibagi-bagikan namun kalian malah tidak pergi mengambilnya? Ambillah bagian kalian..Kemudian mereka mengatakan, “Dimana pembagian warisan itu wahai Abu Huroiroh?” Abu Huroiroh pun mengatakan, “Di masjid”. Maka merekapun menuju masjid dengan langakah yang cepat sedangkan Abu Huroiroh tetap berada di tempatnya sampai kemudian mereka kembali ke Abu Huroiroh. Abu Huroirohpun mengatakan, “Kenapa kalian (kok kembali lagipent.)?” Mereka mengatakan, “Wahai Abu Huroiroh sungguh kami telah mendatangi masjid, kamipun telah masuk namun kami tidak melihat suatu apapun yang dibagikan”. Abu Huroiroh mengatakan, “Apakan kalian tidak melihat seorangpun di masjid?” Mereka mengatakan, “Tentu kami melihat ada orang di masjid, ada sekelompok orang-orang yang sedang sholat, ada kelompok yang sedang membaca Al Qur’an, ada sekelompok lainnya memebicarakan hukum tentang halal dan haram (mengkaji hukum-hukum fiqh)”. Maka Abu Huroiroh mengatakan, “Betapa kasihannya kalian, itulah warisan Rosulullah shollallahu ‘alaihi was sallam”[1].

Mudah-Mudahan kita bisa mengambil faidah dari kisah di atas.

Ketika dinginnya subuh menyelimuti sekitarku,

Aditya Budiman bin Usman

24 November 2010 M.
http://alhijroh.net/adab-akhlak/inilah-warisan-buatku-dan-buatmu/

Senin, 27 September 2010

Sebuah Hal yang Besar yang Sering Kita Abaikan

Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, washolatu wassalamu ‘ala Nabiyina Muhammmad shallallahu ‘alaihi was sallam, amma ba’du,

Sebuah hal yang sering kita alami atau sering bersama kita sering terluput dari pikiran kita. Semisal nikmat yang Allah berikan kepada kita berupa badan yang sehat, sering sekali kita tidak mensyukuri nikmat tersebut sehingga jatuhlah kita dalam kufur nikmat kepada Allah ‘Azza wa Jalla berupa berbuat maksiat semisal pacaran, dan seterusnya. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menegaskan dalam firmanNya,

لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

“Sungguh jika kalian bersyukur akan Aku (Allah) tambah nikmatKu kepada kalian, namun apabila kalian kufur terhadap nikmatKu ingatlah sesungguhnya adzabKu amat pedih”. (QS : Ibrohim [14] : 7).

Maka hal yang sama juga tak jarang sebagian kita tidak menyadari bahwa urusan istinja’ dan berusaha agar tidak terlihat orang lain ketika buang air merupakan urusan yang besar dalam islam, dalam pandangan Allah ‘Azza wa Jalla dan Nabi junjungan dan teladan kita Muhammad shallallahu ‘alaihi was sallam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ

“Dan pakaianmu maka bersihkanlah”. (QS : Al Mudatsir [74] : 4).

Salah satu penafsiran ayat ini sebagaimana yang dinukil Al Imam Ibnu Katsir Asy Syafi’i dalam kitab tafsirnya, “Ibnu Juraij rohimahullah mengatakan dari Atho rohimahullah dari Ibnu Abbas rodhiyallahu ‘anhuma firman Allah (وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ) dalam perkataan orang arab berarti bersihkanlah pakaianmu[1]. Maka ayat ini menunjukkan wajibnya membersihkan pakaian kita dari najis karena Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi was sallam agar membersihkan pakaian beliau bahkan perintah ini merupakan salah satu ayat yang Allah Subhanahu wa Ta’ala wahyukan kepada beliau shallallahu ‘alaihi was sallam ketika diangkat menjadi rosul, dan sebuah hal yang sudah kita ketahui bersama bahwa hukum asal perintah bagi Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam merupakan perintah kepada ummatnya,
selengkapnya silakan lihat di
http://alhijroh.net/adab-akhlak/sebuah-hal-yang-besar-yang-sering-kita-abaikan/

Rabu, 02 Juni 2010

Jagalah Pandanganmu

“Mencuci mata” sudah menjadi kebiasaan dan budaya banyak orang terutama di kalangan para muda. Nongkrong di pinggir jalan untuk “mencuci mata”, menikmati pemandangan alam yang indah dan penuh pesona sudah menjadi adat sebagian orang. Namun yang menjadi pertanyaan adalah alam apakah yang sedemikian indahnya sehingga menjadikan para pemuda begitu banyak yang tertarik dan terkadang mereka nongkrong hingga berjam-jam? Ternyata alam tersebut adalah wajah manis para wanita. Apalagi sampai terlontar dari sebagian mereka pemahaman bahwa memandang wajah manis para wanita merupakan ibadah dengan dalih, “Saya tidaklah memandang wajah para wanita karena sesuatu (hawa nafsu), namun jika saya melihat mereka saya berkata, “Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik”[1]

Ini jelas merupakan racun syaithan yang telah merasuk dalam jiwa-jiwa sebagian kaum muslimin. Pada hakekatnya istilah yang mereka gunakan (cuci mata) merupakan istilah yang telah dihembuskan syaithan pada mereka. Istilah yang benar adalah “Ngotori mata”.

Kebiasaan yang sudah merebak seantero dunia ini memang sulit untuk ditinggalkan. Bukan cuma orang awam saja yang sulit untuk meninggalkannya bahkan betapa banyak ahli ibadah yang terjerumus ke dalam praktek “ngotori mata” ini. Masalahnya alam yang menjadi fokus pandangan sangatlah indah dan dorongan dari dalam jiwa untuk menikmati pesona alam itupun sangat besar.

Oleh karena itu penulis mencoba untuk memaparkan beberapa perkara yang berkaitan dengan hukum pandangan, semoga bermanfaat bagi penulis khususnya dan juga bagi saudara-saudaraku para pembaca yang budiman.
Baca selengkapnya di
http://www.firanda.com/index.php/artikel/7-adab-a-akhlaq/21-jagalah-pandanganmu

Jumat, 28 Mei 2010

Kisah Tabi'in Terbaik yang Berbakti Kepada Orang Tuanya

Abu Hatim Sigit

Pelajaran berharga dari seorang tabi'in terbaik, Uwais Al Qoroni, lihat selengkapnya di link brkt:
http://www.firanda.com/index.php/artikel/7-adab-a-akhlaq/17-tabiin-terbaik-uwais-al-qoroni

Rabu, 19 Mei 2010

Siapa Bilang Pacaran Haram ??

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Siapa Bilang Pacaran Haram ??

Segala puji hanya milik Allah ‘Azza wa Jalla. Hanya kepadaNya kita memuji, meminta tolong, memohon ampunan, bertaubat dan memohon perlindungan atas kejelekan-kejelekan diri dan amal-amal yang buruk. Barangsiapa yang diberi Allah petunjuk maka tidak ada yang dapat menyesesatkannya dan barangsiapa yang Allah sesatkan maka tidak ada yang dapat memberikannya hidayah taufik. Aku bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah dan tiada sekutu baginya. Aku bersaksi bahwasanya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hambaNya dan UtusanNya. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya dan para sahabatnya ridwanulloh ‘alaihim jami’an.

Adalah suatu hal yang telah menyebar luas dikalangan masyarakat sebuah kebiasaan yang terlarang dalam islam namun sadar tak sadar telah menjadi suatu hal yang sangat sering kita lihat bahkan sebahagian orang menganggapnya adalah suatu hal yang boleh-boleh saja, kebiasan tersebut adalah apa yang disebut sebagai pacaran. Oleh karena itu maka penulis mencoba untuk memaparkan sedikit tinjauan islam tentang hal ini dengan harapan penulis dan pembaca sekalian dapat memahami bagaimana islam memandang pacaran serta kemudian dapat menjauhinya.

Pacaran yang dikenal secara umum adalah suatu jalinan hubungan cinta kasih antara dua orang yang berbeda jenis yang bukan mahrom dengan anggapan sebagai persiapan untuk saling mengenal sebelum akhirnya menikah[1].

Inilah mungkin definisi pacaran yang banyak tersebar dikalangan muda-mudi. Maka atas dasar inilah kebanyakan orang menganggap bahwa hal ini adalah suatu yang boleh-boleh saja, bahkan lebih parahnya lagi dianggap aneh kalau menikah tanpa pacaran terlebih dahulu –wal ‘iyyadzubillah –. Lalu jika demikian bagaimanakah tinjauan islam tentang hal ini? Berikut penulis coba jelaskan sedikit kepada pembaca –sesuai dengan ilmu yang sampai kepada penulis– bagaimana islam memandang pacaran.

Pacaran adalah suatu yang sudah jelas keharamannya dalam islam, dalil tentang hal ini banyak sekali diantaranya adalah firman Allah ‘Azza wa Jalla :

وَلاَ تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلاً

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan seburuk-buruk jalan”. (Al Isra’ [17] : 32).

Ayat ini adalah dalil tegas yang menunjukkan haramnya pacaran.

Berkaitan dengan ayat ini seorang ahli tafsir Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di –rahimahullah- mengatakan dalam tafsirnya,

“Larangan mendekati suatu perbuatan nilainya lebih daripada semata-mata larangan melakukan suatu perbuatan karena larangan mendekati suatu perbuatan mencakup larangan seluruh hal yang dapat menjadi pembuka/jalan dan dorongan untuk melakukan perbuatan yang dilarang”.

Kemudian Beliau –rahimahullah- menambahkan sebuah kaidah yang penting dalam hal ini,

“Barangsiapa yang mendekati suatu perbuatan yang terlarang maka dikhawatirkan dia terjatuh pada suatu yang dilarang”[2].

Hal senada juga sebelumnya dikatakan penulis Tafsir Jalalain demikian juga Asy Syaukani –rahimahullah- namun Beliau menambahkan, “Jika suatu yang haram itu telah dilarang maka jalan menuju keharaman tersebut juga dilarang dengan melihat maksud pembicaran”[3]. Bahkan diakatakan oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin –rahimahullah-, “termasuk dalam ayat ini larangan melihat wanita yang bukan istrinya (yang tidak halal baginya, pen.), mendengarkan suaranya, menyentuhnya, sama saja apakah ketika itu dia sengaja untuk bersenang-senang dengannya ataupun tidak”[4]. Dari penjelasan para ulama ini jelaslah bahwa pacaran dalam islam hukumnya haram karena pacaran termasuk dalam perkara menuju zina yang Allah haramkan ummat nabiNya untuk mendekatinya.

Jika ada yang mengatakan bahwa pacaran belumlah dapat dikatakan sebagai perbuatan menuju zina, maka kita katakan kepadanya bukankah orang yang paling tahu tentang perkara yang dapat mendekatkan ummatnya ke surga dan menjauhkannya dari api neraka telah mengatakan :

وَ احْفَظُوْا فُرُوْجَكُمْ وَ غَضُّوْا أَبْصَارَكُمْ وَ كَفُّوْا أَيْدِيَكُمْ

“Jagalah kemaluan kalian, tundukkanlah pandangan-pandangan kalian dan tahanlah tangan-tangan kalian”.[5]

Dalam hadits yang mulia ini terdapat perintah untuk menundukkan pandangan dan

hukum asal dari suatu perintah baik itu perintah Allah ‘Azza wa Jalla ataupun perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah wajib dan adanya tunututan untuk melaksanakan apa yang diperintahkan dengan segera[6].

Maka jelaslah bahwa pacaran adalah suatu yang diharamkan dalam islam.

Kemudian jika ada yang mengatakan kalau seandainya pacaran tidak dibolehkan maka bagaimanakah dua orang insan bisa menikah padahal mereka belum saling kenal?

Maka kita katakan pada orang yang beralasan demikian dengan jawaban yang singkat namun tegas bukankah petunjuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebaik-baik petunjuk? Bukankah Beliau adalah orang yang paling kasih kepada ummatnya tidak memberikan petunjuk yang demikian? Firman Allah ‘Azza wa Jalla,

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, amt berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin”. (At Taubah [9] : 128).

Kata حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ pada ayat di atas ditafsirkan oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di –rahimahullah- berarti bahwa, “Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang mencintai kebaikan kepada kita ummatnya, mengerahkan seluruh kesungguhannya dalam rangka menyampaikan kebaikan kepada mereka, bersemangat untuk dapat memberikan hidayah (irsyad, pent.) berupa iman kepada mereka, tidak suka jika kejelekan menimpa mereka dan menegerahkan seluruh usahanya untuk menjauhkan mereka dari kejelekan”[7]. Dengan demikian ayat di atas jelas menunjukkan bahwa Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling kasih pada ummatnya dan paling menginginkan kebaikan untuk mereka namun Beliau tidaklah mengajarkan kepada ummatnya yang demikian. Simak pula sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :

إِنَّهُ لَمْ يَكُنْ نَبِىٌّ قَبْلِى إِلاَّ كَانَ حَقًّا عَلَيْهِ أَنْ يَدُلَّ أُمَّتَهُ عَلَى خَيْرِ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ وَيُنْذِرَهُمْ شَرَّ مَا يَعْلَمُهُ

“Sesungguhnya tidak ada Nabi sebelumku kecuali wajib baginya menunjukkan kepada umatnya kebaikan yang dia ketahui untuk umatnya, dan mengingatkan semua kejelekan yang dia ketahui bagi umatnya…”.[8]

Maka hendak kemanakah lari orang yang berpendapat kalau seandainya pacaran tidak dibolehkan maka bagaimanakah dua orang insan bisa menikah padahal mereka belum saling kenal? Bukankah Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan dan mempraktekkan bagaimana tatacara menuju pernikahan? Apakah Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengajarkan kepada kita cara mencari pasangan hidup dengan pacaran? Wahai pengikut hawa nafsu hendak kemanakah lagi engkau palingkan sesuatu yang telah jelas dan gamblang ini ??!!!

Kalau seandainya yang demikian dapat mengantarkan kepada kebaikan tentulah Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkannya kepada kita.

Sebagai penutup kami nukilkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang posisi shaf laki-laki dan perempuan dalam sholat, Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan :

خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا

“Sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang pertama, sejelek-jeleknya adalah yang paling akhir dan Sebaik-baik shaf perempuan adalah yang paling akhir, sejelek-jeleknya adalah adalah yang paling awal”.[9]

Maka renungkan wahai saudaraku

apakah lebih layak orang –bukan suami istri­­– yang tidak sedang dalam keadaan beribadah kepada Allah untuk berdekatan, berdua-duan dan bermesra-mesraan serta merasa aman dari perbuatan menuju zina padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia mengatakan yang demikian !!!??

Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyatakan :

ما نَهَيتُكُمْ عَنْهُ ، فاجْتَنِبوهُ

“Semua perkara yang aku larang maka jauhilah”[10]

Allahu Ta’ala a’lam bish showaab, mudah-mudahan yang sedikit ini dapat menjadi renungan bagi orang-orang yang masih melakukannya dan bagi kita yang tidak mudah-mudahan Allah jaga anak keturunan kita darinya.

Menjelang malam, 17 Jumadi Tsaniyah 1430/11 Juni 2009.

Abu Halim Budi bin Usman As Sigambali

Yang selalu mengharap ampunan Robbnya
[1] Jika tujuannya seperti ini saja terlarang bagaimana jika tidak dengan tujuan yang demikian semisal hanya ingin berbagi rasa duka dan bahagia ??!! Tentulah hukumnya lebih layak untuk dikatakan haram.

[2] Lihat Taisir Karimir Rahman fi Tafsiri Kalaamil Mannan hal. 431 terbitan Dar Ibnu Hazm Beirut, Libanon.

[3] Lihat Fathul Qodhir hal. 258, terbitan Maktabah Syamilah.

[4] Lihat Syarh Al Kabair hal. 60 terbitan Darul Kutub Al Ilmiyah, Beirut, Lebanon.

[5] HR. Ibnu Khuzaimah no. 91/III, Ibnu Hibban no. 107, Al Hakim no. 358-359/IV, Ahmad no. 323/V, Thobroni no. 49/I dan Baihaqi no. 47/II, dan dihasankan oleh Al Albani dalam Ash Shahihah no. 1525.

[6] Lihat Ushul Min Ilmi Ushul oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin –rahimahullah- hal. 24 terbitan Darul Aqidah Iskandariyah, Mesir.

[7] Lihat Taisir Karimir Rahman fi Tafsiri Kalaamil Mannan hal. 334 terbitan Dar Ibnu Hazm Beirut, Libanon.

[8] HR. Muslim no. 1844 dari jalan Ibnu Amr radhiyallahu ‘anhu.

[9] HR. Muslim no. 132 dan lain-lain.

[10] HR. Bukhori no. 7288, Muslim no. 1337.

Ibu Aku Mencintaimu …..

Ibu Aku Mencintaimu …..

Apakah engkau masih teringat ketika ibumu berkisah tentang bagaimana perasaannya ketika kabar bahagia yang telah ia dapatkan, suatu kabar yang seluruh ibu di seluruh penjuru negeri sangat memahami maknanya dengan baik, suatu kabar yang merupakan awal kegembiraan dan sekaligus perubahan psikis dan fisik seorang ibu dan suatu kabar yang sekaligus merupakan secerca harapan besar yang telah dipersiapkan olehnya. Benar, tidak lain kabar tersebut adalah kabar bahwa akan terlahirnya dirimu ke dunia.

Menunggu dirimu yang masih berada di dalam kandungan merupakan sutu kenangan dan kebahagiaan yang tiada batas oleh ibu. Suatu kebahagian yang memadamkan seluruh rasa lelah, letih serta payah dan suatu kenangan indah yang saat ini masih dikenang indah olehnya.

Tahukah engkau saat usiamu di dalam kandungannya telah mencapai 120 hari, yaitu pada saat Allah mengutus malaikat-Nya untuk meniupkan ruh ke dalam jasadmu dan sekaligus menetapkan kebahagiaan serta kesedihanmu ketika berada di dunia dan di akhirat sebagaimana yang telah dikabarkan oleh Nabi shalallahu ‘alahi wa salam,

إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ.

Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya selama 40 hari berupa nutfah, kemudian menjadi ‘Alaqoh (segumpal darah) selama itu juga lalu menjadi Mudhghoh (segumpal daging) selama itu juga, kemudian diutuslah Malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya lalu diperintahkan untuk menuliskan 4 kata : Rizki, Ajal, Amal dan Celaka/bahagianya. (H.R. Bukhari dan Muslim).

Dan, saat itu engkau mulai menggerak-gerakkan badanmu, engkau mulai bermain-main sekehendakmu sendiri dan engkau memutar-mutarkan seluruh ragamu di dalam perut ibumu yang sempit sebagai tanda bahwa engkau hidup di dalam kandungannya. Ibumu sangat gembira merasakan keadaanmu meskipun rasa sakit, dan letih dirasakannya seiring dengan bertambahnya umur dan berat badanmu.

Allah Ta’ala menceritakan tentang keadaan ibumu pada saat itu,

حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِير

Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (QS. Luqman 14)

Bagi ibu kesabarannya pada saat itu merupakan kasih sayangnya untukmu, kegelisahannya pada saat itu semata-mata hanya mengkhawatirkanmu dan kepenatan ibumu pada saat itu adalah demi kesehatanmu serta tiada yang dilakukan ibumu pada saat mengandungmu kecuali untuk memberikan yang terbaik untuk dirimu.

Waktu terus berlalu dan saat itu pula engkau sudah tidak lagi betah untuk bermain-main di dalam kandungan ibumu, engkau memberontak dan ibumupun mengetahui isyaratmu bahwa engkau ingin segera keluar dari kandungannya, bergegas ibumu membawamu ke tempat yang nyaman dan aman yang disitu kamu bisa dilahirkan dengan baik, dan bersegera pula ayahmu mencari seorang yang ahli yang mampu membantu untuk memenuhi keinginanmu keluar dari kandungan ibumu.

Saat itu adalah saat yang sangat mendebarkan dan menegangkan bagi semua orang yang mengharapkan kehadiranmu terutama bagi ibumu. Ketahuilah, saat itu ibumu merasakan rasa sakit yang tidak pernah dirasakan sebelumnya dan perasaan khawatir yang sangat besar akan keselamatanmu, hingga seolah-olah terdapat dua pilihan yang nampak di depan matanya yaitu mati ataukah hidup. Dan aku yakin, engkau pasti mengetahui apa yang dipilih oleh ibumu, dengan menahan rasa sakit saat melahirkanmu, di dalam hati, ibumu seraya berdoa, “ Yaa Allah Rabku, permudahlah kelahiran anakku, apabila saat ini adalah kematianku maka matikanlah aku, namun biarkanlah anakku hidup sehingga dia dapat merasakan dunia serta isinya yang telah engkau ciptakan untuknya.”. [1]

Kemudian segala Puji Hanya Milik Allah yang telah menyelamatkanmu sehingga engkau telah terlahir dan yang telah menciptakanmu dengan sempurna.

Akhirnya pada saat itu engkaupun menangis dan jeritan tangismu meneteskan air mata kegembiraan bagi seluruh keluarga yang menunggumu, tampak tubuhmu yang berwarna merah sebagai tanda bahwa engkau pernah menjadi satu bagian dalam tubuh ibumu dan matamu yang terpejam mengisyaratkan tanda ketidaksiapanmu untuk melihat dunia barumu. Semua tersenyum melihat keadaanamu, perasaan sakit yang diderita ibumu seolah-olah teredam oleh kelahiranmu yang sempurna, kekhawatiran besar ibumu kemudian berubah menjadi perasaan gembira dengan kedatanganmu, dan ayahmu memeluk dan mencium kamu dan ibumu sebagai wujud kegembiraannya karena engkau telah tiba.

Kemudian waktu demi waktu telah berlalu dan kau pun mulai tumbuh dewasa, kau telah pandai untuk membaca dan menghitung, dan bahkan engkau telah pandai untuk membaca qur’an serta memberikan manfaat untuk benyak orang.

Saudaraku, aku yakin kedewasaanmu saat ini engkau telah mempersiapkan segala sesuatu yang terbaik untuk ibumu, engkau telah menabung dan merencanakan segala hal dalam rangka untuk memberikan kebahagiaan untuk ibumu sebagai balas budi atas kasih sayang dan susahpayahnya selama membesarkanmu, namun apakah engkau sanggup untuk membalas semuanya? rasulullah mengatakan :

“Seorang anak tidak bisa membalas budi orang tua, kecuali dia mendapati orangtuanya menjadi budak kemudian dia membeli dan memerdekakannya.” (HR. Muslim)

Yang makna hadits ini kemudian dijelaskan oleh Imam An-nawawi, “bahwa seorang anak tidak cukup membalas kebaikan dan memenuhi hak-hak kedua orang tuanya kecuali anak tersebut memerdekakannya”[2]. Dan apakah pada saat ini masih ada perbudakan ??

Dalam hati kecilmu mengatakan engkau akan dapat membuat mereka bahagia dengan segala hal yang ada di dunia ini, padahal bukan itu sebenarnya yang mereka inginkan darimu. Ketahuilah wahai saudaraku, kebahagiaan yang diharapkan oleh ibumu bukan hanya sekedar terletak di dalam harta yang banyak, rumah yang bagus, mobil yang mewah, memberikan ongkos haji, pasangan yang cantik jelita atau lain sebagainya, namun mereka akan bahagia ketika kau senantiasa berbakti dan berbuat baik kepada mereka dengan keindahan tuturkatamu, sopan santunmu dan kebaikan hatimu.

Saudaraku, bila kau meneliti dan belajar kembali segala hal yang terkandung di dalam agama ini, sebenarnya islam adalah sumber petunjuk yang membimbing hidup manusia untuk senantiasa berada dalam kebaikan, dengan kata lain orang yang berada dalam kebaikan adalah orang yang paham tentang agamanya, rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan, maka Allah akan pahamkan dia di dalam agama” (HR. Bukhari dan Muslim).

Banyak sekali contoh-contoh dan bukti-bukti yang menunjukkan kebaikan dari agama ini, khususnya dalam hal berbakti kepada orang tua yang bisa kau dapatkan dengan cara membaca, duduk dalam majelis ilmu syar’i dan lain sebagainya yang kebaikan tersebut apabila kau berikan kepada kedua orangtuamu maka akan berubah menjadi suatu kebahagiaan yang akan dirasakan oleh hati mereka. Diantara salah satu bukti kecilnya adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala yang memerintahkan hambanya untuk berbakti kepada orang tua, Allah ta’ala berfirman :

إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً

Artinya : Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun (QS, Al-Ahqaf 15)

وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

Artinya : Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (QS, Al-Luqman 14)

Kemudian Allah ta’ala juga memberikan bimbingan bagaimana seorang anak harus bersikap baik kepada kedua orangtuanya terutama ketika mereka sudah lanjut usia, karena pada saat itu keadaan orang tua adalah sangat lemah dan sangat membutuhkan pertolongan dari anaknya, Allah berfirman :

وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيمًا

Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (al-Isra’ 23)

Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam juga telah banyak memberikan pelajaran tentang bagaimana cara berbakti kepada orangtua melalui hadits beliau yang mengabarkan tentang kisah-kisah orang-orang terdahulu dan para sahabat yang berbakti kepada orangtuanya, diantaranya adalah kisah Uwais al-Qarni, kisah 3 orang yang terperangkap di dalam goa yang kemudian sanggup keluar karena bertawasul dengan dengan amal kebaikannya yaitu berbuat baik kepada orang tua dan kisah-kisah yang lain.

Kemudian dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dalam hadits shahih yang diriwayatkan Imam Bukhari dalam kitabnya Al-Adabul Mufrad. Ketika Abu Hurairah ditanya bagaimana berbakti kepada kedua orang tua, ia berkata, “Janganlah engkau memberikan nama seperti namanya, janganlah engkau berjalan dihadapannya, dan janganlah engkau duduk sebelum dia duduk” [3]

Meskipun hal-hal diatas adalah teruntuk kedua orangtua secara umum, namun ketahuilah wahai saudaraku, bahwa ibu adalah orang yang paling berhak untuk mendapatkan segala perlakuan baik tersebut dan ibu harus lebih didahulukan karena beliau lebih banyak bersusah payah, banyak memberikan kasih sayang dan pelayanan kepada anaknya, ibu juga lebih banyak mengalami kesukaran disaat mengandung, disaat menyusui, kemudian mendidik, melayani serta merawat anaknya ketika sedang sakit dan lain sebagainya[4]. Dari sahabat abu hurairah radiyalhu ‘anhu beliau berkata : Datang seorang pria laki-laki kepada rasulullah kemudian dia bertanya : Wahai rasulullah, siapakah yang paling berhak untuk kuperlakukan dengan baik?” Beliau bersabda, “Ibumu”, Orang tersebut bertanya lagi,”kemudian siapa?”. Beliau bersabda,”Ibumu”. Orang tersebut bertanya lagi,”kemudian siapa?”. Beliau bersabda,”Ibumu”. Orang tersebut bertanya lagi,”kemudian siapa?”. Beliau bersabda,”Bapakmu” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dan begitu banyak balasan yang akan diberikan kepada Allah untukmu wahai saudaraku, apabila engkau berbakti kepada kedua orangtuamu dengan ikhlas, semata-mata hanya karena mendaptkan pahala dari Allah, diantaranya adalah Allah akan memasukkan seseorang dari pintu surga yang paling tengah bagi anak yang bebakti kepada kedua orangtuanya[5], Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda,”orangtua adalah pintu surga yang paling tengah, apabila kau mau maka sia-siakanlah pintu tersebut atau peliharalah. (HR, Tirmidzi).

Sebagai penutup dari tulisanku ini, saudaraku berbaktilah kepada kedua orantuamu terutama ibumu semata-mata karena Allah telah menyuruhmu untuk berbakti kepadanya. Bersyukurlah kepada Allah yang telah menciptakanmu serta ayah dan ibumu kemudian bersyukurlah kepada ibumu yang telah melahirkan dan merawatmu. Bersegeralah untuk berbuat kebaikan karena engkau tidak mengetahui kapan dan dimana engkau akan mati serta dimana tempatmu akan kembali.

Saudaraku, manfaatkanlah waktu yang engkau miliki pada saat ini karena saat ini merupakan sebab dan masa yang akan datang merupakan akibat dari segala sesuatu yang engkau lakukan pada saat ini. Apabila saat ini engkau berbakti kepada orangtuamu karena Allah semata maka yakinlah kelak anakmu juga akan membalasnya karena seseorang yang menanam pasti akan memetik hasilnya dan balasan bagi seseorang adalah tergantung dari amal perbuantannya.

Saudaraku, ketahuilah bahwa segala sesuatu yang tercela adalah segala hal yang mengacaukan hati dan perasaan takut apabila orang lain mengetahui, sedangkan segala sesuatu yang terpuji adalah segala hal yang menentramkan hati dan perasaan bangga ketika orang lain mengetahui.

Semoga Allah memberikan kemudahan disetiap urusan-urusan kita yang baik dan semoga Allah mengampuni dosa-dosaku, dosa-dosamu dan dosa kedua orang tua kita.

Selesai tanggal 19 Maret 2010 jam 10.41pm

Wisma AlHijrah, Pogung Kidul, Utara Kampus Teknik UGM, Yogyakarta

Hendra Yudi Saputra

Di dalam tulisan ini aku menggunakan kata ganti “engkau” dengan tujuan untuk lebih menekankan pernyataanku diatas untuk diriku pribadi, karena sebuah nasehat akan lebih tertanam dihati sang pemberi nasehat daripada obyek yang diberi nasehat.
-------------------------------------------------------------------------------------
[1] Ungkapan seorang ibu

[2] Fiqhut ta’muli ma’al walidaini, hal 12

[3] Shahih Al-Adabul Mufrad no. 32

[4] Fiqhut ta’muli ma’al walidaini, hal 17

[5] Fiqhut ta’muli ma’al walidaini, hal 12

Minggu, 25 April 2010

Seputar Ilaa' (Suami Bersumpah untuk Tidak Menyetubuhi Istri dalam Jangka Waktu Tertentu)

I. Pengantar
Dalam kehidupan bermasyarakat, terkadang kita mendengar kasus yang menimpa saudara muslim dengan istrinya. Salah satu kasus yang kadang terjadi adalah ucapan sumpah dari lisan suami untuk tidak menyetubuhi istrinya dalam jangka waktu tertentu. Hal ini dapat terjadi karena suami marah terhadap istrinya, dan ia tidak bisa menjaga emosinya sehingga lisannya terlalu mudah mengucapkan ila’. Namun, terkadang ila’ dilakukan suami untuk “mendidik” istri, sebagai salah satu alternatif bentuk hukuman di saat melihat kesalahan istri. Dengan dijatuhkannya ila’, istri akan merasakan beban psikis karena kebutuhan biologisnya tidak terpenuhi, sehingga diharapkan istri akan menyadari kesalahannya dan meminta maaf kepada suami, sedangkan si suami pun terhindar dari pemberian hukuman yang dzalim, seperti memukul keras yang menimbulkan bekas atau menampar wajah. Meskipun demikian, efektif tidaknya ila’ sebagai bentuk “didikan” harus disertai pemahaman yang baik suami terhadap kondisi rumah tangganya dan sifat-sifat istri. Ini karena sifat wanita satu terkadang berbeda dengan sifat wanita yang lain. Konsekuensinya, jenis hukuman pun hendaknya disesuaikan dengan sifat-sifat wanita, sebagaimana yang dapat kita ketahui dalam buku-buku fiqh. Akan tetapi, yang akan kita kaji dalam makalah ini ini hanya masalah ila’.

II. Tujuan Penulisan
Dengan dibahasnya masalah ila’, diharapkan pembaca dapat menjawab “sendiri” pertanyaan-pertanyaan berikut setelah selesai membaca makalah ini:
1) Apa itu Al-Ila’?
2) Apa kaitan ila’ dengan persetubuhan suami-istri?
3) Adakah kaitan antara jangka waktu ila’ yang diucapkan suami dan konsekuensi hukumnya?
4) Apa kaffarah ila’? Apakah sama antara kaffarah ila’ dan kaffarah sumpah?
5) Apakah ila’ bisa menjadi sebab jatuhnya talak?

III. Apa itu Ila’?

Ila’ adalah sumpah suami untuk tidak mendatangi istrinya dalam jangka waktu tertentu.
محمد بن علي بن محمد الشوكاني /Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad Asy-Syaukani/ dalam kitab beliau, الأدلة الرضية لمتن الدرر البهية في المسائل الفقهية /Al-Adillatu Ar-Radhiyyah Li-matani Ad-Durarul-Bahiyyah fil-Masaailil Fiqhiyyah/, hal. 189 menjelaskan


هو أن يحلف الزوج من جميع نسائه أو بعضهن لا يقربهن
Ila’ adalah suami bersumpah untuk tidak menyetubuhi semua atau sebagian istrinya.


IV. Jangka Waktu yang Diucapkan dalam Ila’

Dalam ila’, terdapat dua hal kaitannya dengan jangka waktu yang diucapkan suami, yaitu.... (maaf artikel terlalu panjang kalau dimuat di inbox ini, silakan lihat selengkapnya di http://alashree.wordpress.com/2010/04/24/ila/)

Selasa, 20 April 2010

Sebuah Kalimat Untuk Kita Renungkan Bersama

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah[1] rohimahullah seorang ulama’ terkemuka mengatakan,

فَالْمَعْرِفَةُ بِالْحَقِّ إِذَا كَانَتْ مَعَ الْاِسْتِكْبَارِ عَنْ قُبُوْلِهِ وَالْجَحْدِ لَهُ كَانَ عَذَابًا عَلَى صَاحِبِهِ كَمَا قَالَ تَعَالَى

وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ

“Pengetahuan seseorang terhadap kebenaran akan tetapi bersamaan dengan kesombongan untuk mengikuti kebenaran tersebut dan mengingkarinya (maka ketahuilah pent.) hal itu adalah adzab bagi pelakunya, sebagaimana firman Allah Ta’ala (yang artinya pent.),

“Mereka menginkarinya karena kedzoliman dan kesombongan padahal hati mereka yakin maka lihatlah bagaimana akhir dari orang-orang yang berbuat kerusakan”. (QS : An Naml [27] : 14)”[2].

[1] Lihat Al ‘Ubudiyah oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahullah hal. 29 dengan tahqiq oleh Syaikh ‘Ali bin Hasan Al Halabiy hafidzahullah terbitan Darul Mughniy, Riyadh, KSA.
[2] Silakan lihat tulisan kami yang berjudul “Fir’aun dan Iblis Bertauhid Rububiyah pada Allah” di www.alhijroh.co.cc.

lihat http://alhijroh.co.cc/adab-akhlak/sebuah-kalimat-untuk-kita-renungkan-bersama/

Masa Mudaku, Kemanakah Engkau Akan Kuhabiskan?

Segala puji hanya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala, Semoga sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita, Nabi akhir zaman, Muhammad Shollallahu ‘alaihi wa Sallam.

Masa muda adalah masa ketika anggota tubuh seseorang masih berfungsi sebagaimana mestinya, di saat badan belum bungkuk, semangat masih membara, dan keinginan masih kuat. Akan tetapi, ke manakah masa mudamu ‘kan kau habiskan? Apakah untuk bermaksiat, perkara yang tidak berguna, atau yang lainnya?

Islam adalah agama yang sempurna sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku sempurnakan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhoi Islam sebagai agama bagimu”. (QS : Al Maidah [5] : 3).

Kesempurnaan ini mencakup sendi aqidah, syari’at (yang berupa hukum-hukum), sumbernya, dan apa yang ditunjukkan oleh Al Kitab dan As Sunnah[1]. Nah, salah satu kesempurnaan Islam adalah diaturnya bagaimana seharusnya masa muda kita habiskan agar kita mendapatkan kenikmatan yang tiada taranya yaitu surganya Allah ‘Azza wa Jalla. Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

« سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ الإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ……. »

“Ada tujuh golongan orang yang Allah berikan naungan pada hari yang tidak ada naungan kecuali naunganNya, [pertama] penguasa yang adil[2], [kedua] pemuda yang tumbuh berkembang dalam peribadatan kepada Robbnya….”[3].

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin Rohimahullah mengatakan bahwa “tujuh golongan yang dimaksudkan dalam hadits ini bukanlah merupakan pembatasan, melainkan masih ada golongan lain yang Allah berikan pada mereka naungan (pada hari kiamat, pen.). Ibnu Hajar Al Asqolani Asy Syafi’i Rohimahullah telah mengumpulkan kelompok lain yang juga mendapatkan naungan Allah (pada hari kiamat, pen.) dan Beliau Rohimahullah menambahkan sehingga menjadi sebanyak 20 kelompok orang”[4].


An Nawawi Rohimahullah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan naungan Allah dalam hadits ini adalah naungan Arsy Allah, dan yang dimaksud dengan hari kiamat adalah hari di saat seluruh manusia akan berdiri menghadap Robbul ‘Alamin, ketika didekatkan matahari sehingga keadaan pada saat itu sangat panas namun mereka diberikan naungan Arsy yang pada saat itu tidak ada lagi naungan kecuali dengannya. Pendapat lain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan naungan Allah pada hadits ini adalah naungan surga yang berupa kenikmatan dan keadaan di dalamnya, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla :

وَنُدْخِلُهُمْ ظِلاًّ ظَلِيلاً

“Kami masukkan mereka ke tempat yang teduh (naungan) lagi nyaman[5]”.

(QS : An Nisaa’ [4] :57).[6]

Yang jelas kedua penjelasan di atas* menunjukkan betapa besar balasan bagi pemuda yang menghabiskan masa muda dalam rangka beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla.

selanjutnya silakan lihat di link berikut
http://alhijroh.co.cc/adab-akhlak/masa-mudaku-kemanakah-engkau-akan-kuhabiskan/

Rabu, 14 April 2010

teruntuk bagimu saudaraku yang tengah terbaring

Musibah, sakit, derita merupakan sebuah pemandangan yang amat sering kita lihat di sekitar kita, entah itu terjadi pada diri kita atau pada orang lain. Di lain sisi manusia merupakan mahluk Allah yang melakukan banyak kedzoliman pada dirinya sendiri berupa maksiat ataupun kepada orang lain. Sebagaimana sabda Nabi yang mulia alaihish sholatu was salam,
كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
“Seluruh keturunan Adam (pasti pernahpent.) berbuat banyak kesalahan/dosa dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah orang yang banyak bertaubat” .
Namun demikian diantara kemurahan Allah, diciptakanNya musibah yang bisa menghapus dosa hambaNya. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,
مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا ، إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidaklah seorang muslim ditimpa musibah berupa rasa lelahnya badan, rasa lapar yang terus menerus atau sakit, rasa sedih/benci yang berkaitan dengan masa sekarang, rasa sedih/benci yang berkaitan dengan masa lalu, gangguan orang lain pada dirinya, sesuatu yang membuat hati menjadi sesak sampai-sampai duri yang menusuknya melainkan akan Allah hapuskan dengan sebab hal tersebut keslahan-kesalahannya” .
Maka lihatlah saudaraku betapa hal-hal di atas bisa menghapuskan dosa-dosa kita , sehingga sangatlah wajar jika orang-orang ‘alim sejak masa silam hingga sekarang bergembira jika mendapatkan hal di atas pada diri mereka. Sebagaimana yang dikatakan oleh Salman ketika beliau menjenguk orang yang sakit di Kindah sebagaimana yang dikabarkan oleh Sa’id dari bapaknya,
كُنْتُ مَعَ سَلْمَانَ وَعَادَ مَرِيْضًا فِيْ كِنْدَةَ فَلَمَّا دَخَلَ عَلَيْهِ قَالَ أَبْشِرْ فَإِنَّ مَرَضَ الْمُؤْمِنِ يَجْعَلُهُ اللهُ لَهُ كَفَارَةً وَمُسْتَعْتَبًا وَإِنَّ مَرَضَ الْفَاجِرِ كَالْبَعِيْرِ عَقَلَهَ أَهْلُهُ ثُمَّ أُرْسِلُوْهُ فَلَا يَدْرِى لَمْ عُقِلْ وَلَمْ أُرْسِلْ
Aku (ayahnya Sa’id) suatu ketika bersama Salman menjenguk seorang yang sedang sakit di Kindah, ketika Salman menemuinya, Salman mengatakan, “Bergembiralah, karena sesungguhnya sakit yang dialami seorang mukmin Allah jadikan sebagai penghapus dosanya dan saat dimana ia taubat dari berbuatan maksiatnya serta mencari ridho Allah. Sedangkan sakit bagi orang yang fajir/kafir seperti onta yang diikat pemiliknya kemudian pemiliknya melepas ikatanya tanpa ia tahu kenapa ia diikat dan kenapa ia dilepas” .
Berkaitan dengan hadits ini Syaikh Husain Al ‘Uwaysyah hafidzahullah–salah seorang murid senior Syaikh Al Albani- mengatakan, “Hadits ini mengandung faidah bahwa orang kafir tidaklah mendapat balasan pahala atas musibah yang menimpanya (bahkan) mereka akan di azab di dunia dan akhirat karena mereka tidak ubahnya seperti binatang onta yang tidak tahu apa yang terjadi padanya (bahkan mereka lebih sesat), sebagaimana firman Allah Subahanahu wa Ta'ala,
أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا
“Apakah engkau mengira kebanyakan dari mereka mendengar (untuk memahami) dan berakal ? Mereka tidak lain seperti binatang ternak bahkan lebih sesat lagi”. (QS : Al Furqon [25] :44).
Maka sakit dan musibah merupakan sebuah perkara yang bermanfaat bagi seorang (muslim dan) mukmin dan dapat menaikkan derajatnya dan tidak demikian halnya dengan orang kafir” .
Perhatikanlah lagi wahai saudaraku yang sedang dipembaringan di rumah sakit sabda orang yang tidak berkata kecuali apa yang diwahyukan kepadanya shollallahu 'alaihi was sallam,
يُوَدُّ أَهْلُ العَافِيَةِ يَوْمَ القِيَامَةِ حِيْنَ يُعْطَى أَهْلُ البَلَاءِ الثَّوَابَ لَوْ أَنَّ جُلُوْدَهُمْ كَانَتْ قُرِضَتْ فِيْ الدُّنْيَا بِالْمَقَارِيْضِ
“Kelak di hari qiyamat akan menyesal orang-orang yang tidak ditimpa musibah ketika orang-orang yang (sewaktu di dunia) ditimpa musibah diberi pahala. (sampai-sampai mereka bercita-cita) kalaulah dulu kulit mereka dipotong dengan gunting di dunia” .
Maka lihatlah saudaraku betapa sungguh benar-benar musibah, sakit yang kau alami saat ini adalah nikmat bagimu kelak di akhirat yang tidak bermanfaat lagi harta, istri dan anak.
Jika itu belum cukup menghibur hatimu maka.....

http://alhijroh.co.cc/adab-akhlak/teruntuk-bagimu-saudaraku-yang-tengah-terbaring/

Teruntuk bagimu Pemuda Islam

Masa muda merupakan masa dimana angan-angan masih kuat, kemauan masih besar dan badan masih mendukung untuk mencapai angan. Merupakan sebuah fenomena yang membuat hati terenyuk begitu banyak pemudi di luar sana yang mengumbar aurotnya namun di sisi lain begitu banyak pemuda yang bangga jika punya pacar yang –maaf- sexy dan berpenampilan terbuka, padahal mungkin yang dicari oleh pemudi tersebut dengan melakukan hal yang demikian adalah mencari pasangan yang akan menikahinya, maka untuk mereka semua ku goreskan penaku.
Menilik kembali tujuan pemuda dan pemudi di atas kita ambil saja tujuan terbaik mereka untuk menikah , maka kita sepakat bahwa diantara tujuan seseorang yang ingin menikah adalah langgengnya pernikahan tersebut dan agar jiwa kita tenang dengan menikah, hal ini sebagaimana firman Allah Jalla wa Alaa,
وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenang kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (QS : Ar Rum [30] :21).
Nah demikianlah tujuan pernikahan, lalu apakah parameter untuk memilih pasangan hidup ? Maka sebagaimana kita ketahui bersama wahai kawan, islam merupakan agama yang sempurna dan tentulah hal yang demikian telah ada di dalamnya hanya saja sebagian kita belum menelaah sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam karena hal ini terdapat dengan jelas di dalamnya. Simaklah sabda beliau shallallahu ‘alaihi was sallam yang mulia ini,
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا ، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Wanita dinikahi karena empat hal, [pertama] karena hartanya, hasabnya, kecantikannya, dan agamanya. Carilah yang agamanya baik, jika tidak maka kamu akan tersungkur fakir” .

Hadits yang mulia ini adalah semulia-mulia ini memiliki banyak faidah, namun sebelumnya alangkah lebih baik jika kami sampaikan penjelasan para ulama tentang makna mufrodat/kata-kata yang ada dalam hadits yang mulia ini.
Makna Kosa Kata Hadits
• (تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ) “Wanita dinikahi karena empat hal ” maksudnya adalah Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam menjelaskan faktor yang mendorong seorang laki-laki untuk menikahi seorang wanita secara umum ada 4 hal .
• (لِحَسَبِهَا ) “ karena hasabnya” maksudnya salah faktor yang mendorong seorang laki-laki untuk menikahi seorang wanita adalah kehormatan/martabatnya, atau kemuliaan status sosial keluarganya atau kerabatnya . Ada juga penjelasan lain yang di sampaikan oleh Ash Shon’ani rohimahullah, beliau mengatakan, “حَسَبِ sama dengan مَال ”harta” sebagaimana hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam yang diriwayatkan oleh At Tirmidzi dan beliau nilai statusnya hasan,
الْحَسَبُ الْمَالُ وَالْكَرَمُ التَّقْوَى
“Al Hasab itu adalah Harta, sedangkan kemuliaan adalah taqwa” .
• (فَاظْفَرْ) “Carilah” maksudnya adalah carilah, berusalah untuk meraih dan berlombalah untuk mendapatkan perempuan yang agamanya baik . Ash Shon’aniy rohimahullah mengatakan,(yang dimaksud dengan فَاظْفَرْ adalahpent.) “Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam memerintahkan para pemuda jika mereka menumpai perempuan yang baik agamanya maka janganlah mereka berpaling untuk mengibah pilihan ke perempuan lain” .
• (تَرِبَتْ يَدَاكَ) “jika tidak maka kamu akan tersungkur fakir” maksudnya adalah tanganmu akan menempel ke tanah karena kefakiran, kalimat ini memberikan dorongan semangat kepada orang yang jadi lawan bicara dan sama sekali bukan bermaksud do’a jelek .

Makna Global Hadits
Pada hadits ini Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam memberitahukan bahwa yang menjadi keumuman faktor pendorong seorang laki-laki ingin menikahi seorang wanita ada 4 faktor yaitu harta, hasab, kecantikan dan agama. Kemudian di akhir hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam perintahkan untuk memilih yang agamanya baik dan memberikan dorongan untuknya.
Sebagaian Faidah Hadits
1. Keumumman faktor pendorong seorang laki-laki ingin menikahi seorang wanita ada 4 faktor yaitu harta, hasab, kecantikan dan agama. Guru kami Ustadz Aris Munandar hafidzahullah mengatakan, “Tolak ukur yang menunjukkan manakah yang menjadi faktor utama yang diperhatikan seorang laki-laki dalam hal ini dapat terlihat jika semua faktor tidak ada kecuali satu maka jika ia mengambilnya maka hal itu menunjukkan itulah yang menjadi faktor pertimbangan utamanya” .
2. Ar Roofi’i mengatakan, “Seseorang terdorong untuk menikah karena manfaat dunia dan agamanya, diantara faktor yang pendorong kuatnya seorang laki-laki untuk menikahi seorang perempuan adalah kecantikannya maka Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam telah melarang hal tersebut namun hal ini bukanlah larangan untuk memperhatikan faktor kecantikan karena tidakkah anda menilhat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam memerintahkah melihat calon istri (ketika nadzor bersama mahrom calonnya) namun yang Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam larang adalah jika maksud utamanya adalah kecantikan semata dan ia tidak melihat faktor yang lainnya (terutama agamapent.)”.
3. Barangsiapa yang faktor pendorong terkuatnya adalah harta, maka ketahuilah bahwa harta akan habis lenyap seperti angin yang bertiup. Maka harta tidaklah dapat menjadi jaminan langgengnya kedamaian dalam rumah tangga terlebih lagi ketika harta tersebut telah sedikit.
4. Adapun jika yang menjadi faktor pendorong terkuatnya adalah agama maka agama adalah tali yang kuat dan erat sehingga (Insya Allah) pernikahannya akan langgeng dan berujung pada suatu hal yang terpuji. Dalil lain faidah ke empat ini dan dua faidah di atasnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,
لاَ تَنْكِحُوا النِّسَاءَ لِحُسْنِهِنَّ ، فَعَسَى حُسْنُهُنَّ أَنْ يُرْدِيَهُنَّ ، وَلاَ تَنْكِحُوهُنَّ لأَمْوَالِهِنَّ ، فَعَسَى أَمْوَالُهُنَّ أَنْ تُطْغِيَهُنَّ ، وَانْكِحُوهُنَّ عَلَى الدِّينِ ، وَلأَمَةٌ سَوْدَاءُ خَرْمَاءُ ذَاتُ دِينٍ أَفْضَلُ
“Jangalah kalian nikahi perempuan karena kecantikannya karena boleh jadi kecantikannya akan menghacurkannya, Jangalah kalian nikahi perempuan karena hartanya karena boleh jadi hartanya akan membuatnya bertindak melampaui batas yang di bolehkan, akan tetapi nikahilah perempuan karena agamanya walaupun dengan seorang perempuan yang hitam serta buruk rupa maka hal tersebut lebih baik” .

masih ada beberapa faidah lihat selengkapnya di
http://alhijroh.co.cc/adab-akhlak/teruntuk-bagimu-pemuda-islam/