yaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rohimahullah pernah ditanya,
Dimanakah tempat kembali anak-anak (yang orang tua mereka mukmin pent.) dan anak-anak (yang orang tua mereka kafir pent.) jika mereka meninggal ketika masih kecil ?
Beliau rohimahullah menjawab,
“Tempat kembali anak-anak (yang orang tua mereka mukminpent.) adalah surga, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَالَّذِينَ آَمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ
“Dan orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka[1], dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya”. (QS : Ath Thur [52] : 21).
Adapun untuk anak-anak (yang orang tua mereka kafirpent.) yaitu anak-anak yang tumbuh berkembang dari orang tua yang bukan muslim maka jawaban yang paling benar (diantara perbedaan ulama’ dalam masalah ini pent.) adalah kita katakan Allahu A’lam (Allah-lah yang lebih tahu) mereka disikapi untuk hukum-hukum di dunia sebagaimana sikap kita terhadap orang tua mereka, adapun untuk hukum bagi mereka di akhirat maka Allahu A’lam (Allah-lah yang lebih tahu) sebagaimana yang Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam sabdakan[2], Allahu A’lam (Allah-lah yang lebih tahu) tentang tempat mereka (di akhirat), inilah yang dapat kami katakan. Adapun hukum mereka di dunia maka kita hukumi sebagaimana orang tua mereka jika mereka meninggal tidak kita mandikan, tidak dikafani, tidak disholatkan dan tidak dikuburkan di perkuburan kaum muslimin. Allahu A’lam”.
Diterjemahkan dengan peringkasan seperlunya oleh Aditya Budiman dari Kitab Fatawa Arkanil Islam oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rohimahullah hal. 115-116, penyunting Syaikh Fahd bin Nashir As Sulaiman, terbitab Dar Tsuroya, Riyadh, KSA.
[1] Maksudnya Allah kumpulkan mereka dengan orang tua mereka di surga sesuai dengan derajat orang tua mereka di surga walaupun mereka tidak beramal di dunia sebagai bentuk balasan dan pemulian kepada orang tua mereka. [lihat Tafsir Jalalain Li Imamaini Al Jalilaini Muhammad bin Ahmad Al Mahalli dan Abdurrahman bin Abi Bakr As Suyuthi dengan ta’liq dari Syaikh Shofiyurrohman Al Mubarokfuri hafidzahullah hal. 535 cet. Darus Salam, Riyadh, KSA, Taisir Karimir Rohman oleh Syaikh Abdur Rohman bin Nashir As Sa’diy hal. 780, terbitan Dar Ibnu Rojab, Beirut, Lebanon dengan perubahan redaksi.]
[2] Teks haditsnya diriwayatkan Al Bukhori dalam Shohihnya no. 1384,
عَنِ الزُّهْرِىِّ قَالَ أَخْبَرَنِى عَطَاءُ بْنُ يَزِيدَ اللَّيْثِىُّ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – يَقُولُ سُئِلَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – عَنْ ذَرَارِىِّ الْمُشْرِكِينَ فَقَالَ اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا عَامِلِينَ
Dari Az Zuhri, dia mengatakan, “Atho’ bin Yazid Al Laitsi telah menceritakan kepadaku bahwa dia mendengar Abu Huroiroh mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam pernah ditanya tentang (keadaan) keturunan orang-orang musyrik (di akhirat) beliau kemudian menjawab, “Allah- lah yang lebih tahu tentang apa yang akan terjadi pada mereka”.
Sejarah Awal Tarekat dan Nama Aliran Tarekat
2 minggu yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar