Motto Santri :

Utlubul Ilma Minal Mahdi Ilallahdi

Minggu, 06 September 2009

Aduh Lewat !!!

Alangkah bahagianya seorang hamba tatkala manusia disibukkan dengan urusan dunia, dia


mampu membasahi anggota wudhunya. Kemudian dengan pakaiannya yang indah dia


ayunkan langkahnya untuk memenuhi panggilan Tuhannya. Bersama orang-orang yang


mengharapkan perjumpaan dengan Allah, dia hadapkan wajahnya kepada Dzat


yang telah menciptakannya. Di rumah Allah dia bermunajat dalam rukuk dan sujudnya yang panjang.





Alangkah indah hidup seorang hamba ketika manusia terlena dengan buaian kursi dan kasur


empuk, dia mampu terjaga sambil membasahi lisannya dengan dzikrullah. Dia selalu menjaga shalat berjama’ahnya di rumah Allah. Dia rapatkan dan luruskan shafnya, menaikkan sarungnya di atas mata kaki, karena dia tahu hukumnya.





Bukankah Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- telah mengajarkan kepada umatnya bagaimana seorang muslim berpakaian? Termasuk bagaimana seorang berpakaian jika hendak melaksanakan shalat.





Abdullah bin ‘Umar -radhiyallahu ‘anhu- berkata, bahwa Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,





لَا يَنْظُرُ اللهُ إِلَى صَلَاةِ رَجُلٍ يَجُرُّ إِزَارَهُ


بَطَرًا





"Allah tidak melihat shalat orang yang menarik pakaiannya dengan sombong". [HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya (781)]





Ini adalah ancaman yang amat keras bagi orang yang meleretkan dan melabuhkan celana atau pakaiannya melebihi kedua mata kakinya. Dia tak akan dipandang oleh Allah, kecuali dengan pandangan murka. Bahkan sebelumnya ketika masih dalam kehidupan dunia ini mereka tidak diberi penjagaan dan perhatian oleh Allah akibat besarnya dosa yang mereka perbuat.





Ibnu Mas’ud -radhiyallahu ‘anhu- berkata, Saya telah mendengar Rasulullah -Shollallahu


‘alaihi wasallam- bersabda,





مَنْ أَسْبَلَ إِزَارَهُ فِيْ صَلَاتِهِ خُيَلَاءَ فَلَيْسَ


مِنَ اللهِ جَلَّ ذِكْرُهُ فِيْ حِلٍّ وَلَا حَرَامٍ





"Barangsiapa yang memanjangkan pakaiannya melebihi mata kakinya ketika shalat dengan


sombong, maka dia tidaklah tergolong dalam kehalalan dan keharaman Allah." [HR. Abu Dawud (637). Hadits ini di-shohih-kan oleh


Syaikh Al-Albaniy dalam Shohih Al-Jami’ (6012)]





Syaikh Masyhur Hasan Salman -hafizhahullah- berkata saat mengomentari hadits ini, "Maksudnya: Allah tidak memberikan kebaikan terhadap perbuatannya yang halal dan sikapnya yang telah menjauhi yang haram. Maka kehormatan dirinya telah jatuh di hadapan Allah. Dan Allah tidak akan melihatnya, serta tidak ada yang bisa diambil ibrah dengannya dan tidak pula dengan perbuatannya. [Lihat Al-Qoul Al-Mubin (hal.34)]





Muhaddits Negeri India, Syamsul Haq Al-Azhim Abadiy-rahimahullah- berkata, "Dia tidak termasuk dalam golongan orang yang dibebaskan dosa-dosanya." Maknanya: Sesungguhnya Allah tidak mengampuninya. Allah juga tak akan mencegahnya perbuatan-perbuatannya yang jelek. Allah tak akan memberikannya surga, dan tak pula mencegahnya dari neraka. Dia tidak melakukan perbuatan halal, dan dia tidak memiliki kehormatan di sisi Allah -Ta’ala-".[Lihat Aunul Ma’bud (2/240)]





Ada pula yang mengatakan, "Dia tidak termasuk bagian dari agama Allah sedikitpun." Artinya: Sesungguhnya dia telah berlepas diri dari Allah dan dia telah menyelisihi agama-Nya.[Lihat Badzlul Majhud (4/297), Faidhul Qodhir (6/52), dan Al-Majmu’ (3/177)]





Jadi, hadits itu menunjukkan haramnya menurunkan pakaian hingga menutupi kedua mata kaki dalam shalat, jika bertujuan sombong. Namun jangan dipahami bahwa isbal (melabuhkan celana di bawah mata kaki), jika tak sombong, maka tak mengapa, atau jika di luar sholat, maka tak mengapa. Ini adalah pemahaman yang keliru, sebab hadits lain menunjukkan bahwa isbal sekalipun tak sombong, maka tetap diberi ancaman oleh Allah dan Rasul-Nya -Shollallahu ‘alaihi wasallam- sebagaimana nanti –Insya’Allah- akan kami bahas pada edisi mendatang


tentang masalah ini lebih rinci. Isbal secara muthlaq haram hukumnya, baik sombong atau tidak; baik dalam sholat atau di luar sholat !!





Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman -hafizhahullah- berkata, "Sungguh telah kami isyaratkan tentang haramnya isbal, sama saja apakah karena sombong atau tidak, pada kesalahan yang lalu. Barang siapa yang menurunkan pakaiannya bukan karena sombong, maka perbuatannya tersebut adalah wasilah (pengantar) menuju hal itu (yakni, kesombongan)". [Lihat Al-Qoul Al-Mubin fi Akhtho’ Al-Mushollin (hal.34), bagian footnote (3)]





Ibnu QoyyimAl-Jauziyyah telah berkata ketika men-syarah hadits yang berkaitan dengan isbal, "Sisi makna hadits ini –wallahu a’lam: "Sesungguhnya isbal (menurunkan pakaian di bawah matakaki) adalah perbuatan maksiat”.[Lihat At-Tahdzib ala Sunan Abi Dawud (6/50)]





Yang perlu diingat disini, bahwa larangan dan pengharaman isbal, bukan hanya pada sarung, bahkan mencakup celana, sorban, jubah, dan lainnya. Ini perlu kami jelaskan, karena ada sebagian orang menyangka bahwa larangan isbal cuma pada sarung, tanpa yang lainnya.





Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah-rahimahullah- berkata, "Panjangnya gamis, celana sirwal, dan seluruh pakaian, jika terlampau panjang, maka seorang tak boleh membuatnya lewat di bawah mata kaki sebagaimana yang telah dicantumkan oleh hadits-hadits yang ada dari Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Isbal itu terdapat pada celana sirwal, sarung, dan gamis". Maksudnya, beliau melarang dari isbal".[LihatMajmu’ Al-Fatawa (22/144)]





Untuk itu, wajib bagi orang yang mau shalat untuk "memperhatikan pakaiannya ketika mengendor dengan menaikkannya. Sehingga ia tidak digolongkan sebagai orang yang menyeret pakaian karena kesombongan, sebab dia tidak sengaja menurunkannya. Terkadang pakaian itu hanya mengendor, lalu ia naikkan pakaian


tersebut dan memperhatikannya. Tak ragu lagi bahwa orang seperti ini dimaafkan.


Adapun orang yang sengaja menurunkan pakaian, baik yang berupa bisytan,


celana atau gamis, maka masuk dalam ancaman tersebut serta tidak ada maaf bagi


yang menurunkan pakaian seperti ini. Sebab hadits-hadits shahih yang melarang isbal mencakup yang terucap, baik makna dan tujuan-tujuannya.


Maka setiap muslim wajib waspada terhadap isbal dan bertakwa kepada Allah dalam perkara ini. Yakni agar ia tidak menurunkan pakaian melebihi mata kakinya, dalam rangka mengamalkan hadits-hadits shahih tersebut, serta waspada dari kemarahan dan siksaan Allah. Allahlah yang memiliki taufik.". [Lihat MajalahAd-Da’wah (edisi 920), dan Majmu’Fatawa Syaikh bin Baz


(219)]





Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz– rahimahullah - tentang Imam yang Mubtadi’ (Ahli Bid’ah) dan Orang yang Menurunkan Sarung Melebihi Mata Kakinya





Syaikh Abdul Aziz bin Baz -rahimahullah- telah ditanya, "Apakah sah shalat di belakang seorang ahli bid’ah dan orang yang menurunkan sarung melebihi mata kakinya?"





Beliau menjawab, "Ya (sah). Shalat di belakang ahli bid’ah dan di belakang orang yang menurunkan sarungnya (musbil) atau orang-orang yang bermaksiat lainnya adalah sah. Demikian salah satu dari dua pendapat yang kuat. Selama bid’ah tersebut tidak mengkafirkan orangnya. Jika bid’ahnya itu mengkafirkan orangnya, seperti Jahmiyyah atau sejenisnya dari orang-orang yang bid’ahnya mengeluarkan mereka dari lingkup Islam, maka shalatnya tidak sah.





Oleh sebab itu orang-orang yang diberi tanggung-jawab memilih imam, hendaklah mereka


memilih imam seorang yang selamat dari kebid’ahan dan kefasikan, serta perilakunya diridhoi. Karena keimaman adalah amanat yang sangat agung dan seorang imam merupakan teladan bagi kaum muslimin. Maka tidak boleh menyerahkannya kepada ahlul bid’ah atau orang fasik, dalam keadaan mampu menyerahkan kepada selain mereka.





Sedangkan isbal merupakan bagian dari sejumlah kemaksiatan yang harus ditinggalkan dan


diwaspadai, karena sabda Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- :


مَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ الْإِزَارِ فَفِيْ


النَّارِ


"Sarung yang ada di bawah mata kaki tempatnya di neraka". [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (5887), dan An-Nasa’iy dalam Sunan-nya (5331)]





Pakaian selain sarung (izar), seperti gamis, celana bisytu, dan sejenisnya, hukumnya sama seperti hukum sarung (izar). Sesungguhnya ada riwayat yang shahih dari Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- , bahwasanya beliau bersabda,





ثَلَاَثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ


الْمَنَّانُ الَّذِيْ لَا يُعْطِيْ شَيْئًا إِلَّا مِنَّةً وَالْمُنْفِقُ


سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْفَاجِرِ وَالْمُسْبِلُ إِزَارَهُ





"Tiga orang yang tidak diajak bicara oleh Allah, Dia tidak melihat mereka di hari kiamat dan Dia tidak menyucikan mereka, serta mendapat adzab yang sangat pedih: Orang yang menurunkan pakaiannya (melewati mata kaki) dan orang yang mengungkit-ungkit (pemeberian), yaitu orang yang tidak memberikan sesuatu, kecuali diungkit-ungkit; dan menginfakkan barangnya dengan sumpah yang dusta". [HR. Muslim dalam Shohih-nya(106),


Abu Dawud dalam Sunan-nya (4087), At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (1211), An-Nasa’iy dalam Sunan-nya (2564), dan Ibnu Majah dalam Sunan-nya (2208)]





Jika menyeret (menurunkan) sarung itu karena sombong, maka yang demikian itu dosanya


lebih besar dan lebih dekat kepada siksaan yang segera, karena sabda Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-,





مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلَاءَ لَمْ يَنْظُرِ اللهُ إِلَيْهِ


يَوْمَ الْقِيَامَةِ





"Barangsiapa yang menyeret pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak melihatnya di hari kiamat". [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (3465), Muslim dalam Shohih-nya (2085), Abu Dawud dalam Sunan-nya (4085 & 3465), An-Nasa’iy dalam Sunan-nya (5334 & 5335)dan Ibnu Majah dalam Sunan-nya (3576)]





Maka wajib bagi setiap muslim agar waspada terhadap segala yang diharamkan oleh Allah atasnya berupa isbal dan lainnya". [Lihat Majalah Ad-Da’wah (edisi 913)]





Sesungguhnya perkara ini sangatlah menyedihkan kita dan setiap orang yang memiliki kecemburuan terhadap agamanya, yang memiliki kemauan besar untuk kebahagiaan umatnya.





Tatkala kita melihat laki-laki dan perempuan yang ada di hadapan kita menyelisihi dalil-dali ini. Kita lihat laki-laki dalam keadaan menurunkan pakaiannya, sambil menyeret ujung dan tepi pakaiannya di atas tanah. Sedangkan para wanita tidak menutup bagian atas badannya. Para wanita tersebut memendekkan pakaian mereka, sehingga tampaklah kepala, leher, dan dada mereka. Kemudian mereka berjalan di jalan-jalan dalam keadaan memakai wewangian, berhias dan membuka auratnya. Mereka berpakaian tetapi telanjang, dan berjalan sambil melenggang. Mereka tampakkan perhiasan-perhiasan mereka dan postur tubuh mereka di tempat yang terlihat oleh manusia yang dekat maupun jauh. Tidak ada upaya dan kekuatan, kecuali dari Allah.





Sumber :


Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 56 Tahun I. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Pesantren Tanwirus Sunnah, Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu,


Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah). PimpinanRedaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Dewan Redaksi : Santri Ma’had Tanwirus Sunnah – Gowa.Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc.

Tidak ada komentar: